Bakat tarian tinta yang ditekuni sejak kecil itulah menjadi momentum berharga bagi jenjang karirnya. Keseriusannya pada menulis terlihat sejak menginjak usia 13 tahun. Pria yang memiliki nama lengkap Abdul Manan ini menceritakan saat itu awal goresan tintanya pada buletin IQRO’. Dari sinilah bakat menulisnya mulai tumbuh.
Ibarat pisau yang selalu diasah supaya tajam. Manan meneruskan hobi menulisnya hingga SMA. ”Waktu itu saya kerap menulis di majalah dinding SMA Nurul Jadid Paiton Probolinggo,” kenangnya.
Lantas, selepas SMA dirinya berniat mempertajam bakatnya dengan memasuki bangku kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS).
Saat diwawancarai Acta Surya beberapa waktu lalu, suami Lensi Mursida ini mengatakan agar menjadi penulis yang berpengetahuan tinggi kita dituntut banyak membaca. ”Saya pun sering menyempatkan diri untuk membaca, sehingga imajinasi kita dalam menulis semakin bertambah,” himbau pria kelahiran Probolinggo 5 Juli 1974.
Aura kecemerlangan pada diri Manan rupanya tak hanya pada menulis saja, kegigihan pada organisasi juga boleh dibilang sisi lain darinya. Di Stikosa-AWS, penggemar makanan tempe penyet dan pecel lele ini berbagai aktifitas organisasi telah dijalani. Seperti aktif sebagai koordinator Unit Kerohanian Islam (1994-1995), ketua senat Stikosa-AWS (1995-1997), bahkan untuk masa berikutnya selama dua periode (1997-1999) dirinya dipercaya untuk menjadi Pimpinan Redaksi Acta Surya (lembaga pers kampus Stikosa-AWS).
Sementara masih banyak pengalaman organisasi lain di luar kampus yang pernah dijalani Manan. Seperti Sekretaris Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya FKMS (1996-1997), Bendahara Surabaya Press Club (1997-1998), Sekretaris AJI Surabaya (1998-1999) dan masih banyak lainnya.
Kiprah Jurnalis, Pengalaman Manis
Bertahun-tahun terjun sebagai jurnalis bukan berarti tidak memilki segudang pengalaman menarik. Apalagi seperti yang telah dijalani Abdul Manan, mulai dari bagaimana dia menjalani sebagai redaksi pers kampus hingga duduk sebagai redaksi Majalah TEMPO.
Ketika masih duduk di bangku kuliah saja dirinya sudah tergabung dalam media massa menjadi koresponden D & R ( Dektektif dan Romantika) biro jawa timur. ”Tepatnya pada tahun 1996 dan menginjak semester VI pertama kali saya bekerja sebagai wartawan,” kata pria berkacamata ini.
Seiring bergulirnya waktu Pengalamannya di dunia jurnalis pun kian segudang. Tantangan dan hambatan ketika berada di lapangan menjadi hal biasa bagi penggemar film Lord of The Ring ini. Pengalaman yang tak mudah dilupakan adalah saat meliput darurat militer di Aceh tahun 2003. Ia meliput di daerah tersebut selama sebulan. ”Layaknya liputan di daerah konflik, ruang gerak sangat terbatas, bahkan untuk keluar dari ’kungkungan’ harus hati-hati karena nyawa yang dipertaruhkan,” ujarnya.
Bagi Manan pengalaman yang masih teringat adalah ketika diperiksa polisi militer selama 7 jam. Itu gara-gara berita yang ditulis koran TEMPO mengenai penembakan tujuh warga sipil Bireuen Aceh. Berita itu membuat TNI naik pitam, dan semua wartawan tempo di Aceh kena getahnya. Pagi setelah berita keluar, Panglima Komando Operasi Brigjen Bambang Darmono memanggil saya dan wartawan Tempo lainnya. Tak pelak kita pun dimaki habis-habisan di kantornya.
Waktu itu, ia dan teman-teman TEMPO di Aceh merasa tak membuat berita itu, karena koran TEMPO mengutip berita tersebut dari kantor berita asing. Yaitu dari AFP, AP, BBC dan Reuters. ”Tapi kamilah yang kena dampratnya,” imbuh pria yang punya tinggi badan 160 cm tersebut.
Lantas mereka ditugasi kantor untuk mengecek ulang fakta tersebut. Terlebih dulu mereka ijin dengan orang GAM sebelum masuk ke daerah itu. Beralih pada rekrontuksi peristiwa itu dengan melihat lokasi dan wawancara sejumlah saksi mata. Dan kesimpulannya, ternyata tidak ada eksekusi seperti yang diberitakan itu.
Dari klarifikasi tersebut timbul masalah baru. TNI kembali marah gara-gara koran TEMPO menulis soal adanya Imam meunasah (Imam Mushola kalau di jawa) diinjak kepalanya oleh oknum TNI.
Akhirnya ia dan teman-teman wartawan datang ke daerah itu lagi. ternyata keadaan daerah tersebut sudah berbeda, tak seperti kemarin. Banyak tiang listrik tumbang, pohon kelapa roboh, jalan yang sebelumnya bagus menjadi rusak. Mengakibatkan mobil yang ditumpanginya tak bisa melewati jalan tersebut. Sampai akhinya memutuskan untuk naik ojek.
Rupanya sehari sebelumnya TNI datang ke daerah ini dan mengintrogasi penduduk soal penembakan tersebut. Gara gara TNI ke daerah inilah, pohon, tiang listrik dirobohkan. Hal itu dilakukan GAM untuk menghambat masuknya TNI. Akibat tulisan itu, semua anak tempo diperiksa polisi militer selama tujuh jam.
Liputan di Aceh bagi Manan cukuplah berkesan. Dan menurutnya profesi wartawan dalam menghadapi tantangan harus menerapkan prisip indepedensi dan keberimbangan. Karena sulitnya melakukan cek dan ricek atas fakta atau menguji kesahihan peristiwa apalagi saat berada di daerah berbahaya.
Oleh karenanya Anak kedua dari lima bersaudara ini mengaku tertarik pada profesi jurnalis lantaran terbayang-bayang jika menjadi seorang wartawan nanti tulisannya dapat berpengaruh baik di masyarakat. Justru dari sinilah tantangan itu muncul, sehingga seorang jurnalis dituntut tak hanya pandai meliput saja. Akan tetapi juga berupaya keras untuk melahirkan sebuah karya besar, khususnya bagi masyarakat. [Naskah : Riza Nor Fatma | Foto : Dok. Acta Surya]
Curriculum Vitae
Nama: Abdul Manan
Kelahiran: Probolinnggo, 5 Juli 1974
Alamat: Jl Proklamasi 72 Jakarta Kos di Jl SMEA VI No 44 Cawang III Jakarta Timur
Hoby – Baca buku, tidur, dengerin musik, jalan-jalan
Pendidikan – SDN Mayangan Probolinggo
SMP Nurul Jadid Probolinggo
SMA Nurul Jadid Probolinggo
Stikosa-AWS
Organisasi yang pernah diikuti – Koordinator Unit Kerohanian islam(1994-1995)Ketua senat Mahasiswa Stikosa AWS tahun 1995-1997Pemred Acta Surya 1997-1999Sekretaris Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya FKMS (1996-1997)Bendahara Surabaya Press Club (1997-1998)Sekretaris AJI Surabaya (1998-1999)Divisi Organisasi dan Eksternal AJI Jakarta (2001-2003)Kordinator Divisi Dana Usaha AJI Indonbesia (2003-2004)Divisi Organisasi AJI Indonesia (2004-2005)Sekjen AJI Indonesia (2004-2005)
Karir – Koresponden Majalah D&R di Surabaya (1996-1999)Redaktur Harian Nusa, Bali (1999-2001)Tempo (2001-Sekarang)Tempo News Room (2001-2003)Majalah Tempo (2003)Tempo Interaktif (2004)Koran Tempo (2004-2005)Majalah Tempo (2005-sekarang).