Actasurya.com – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (BEM FISIP Unair) bersama Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) menggelar peringatan Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional (HAPPI) pada 29-31 Agustus 2024 di FISIP Unair.
Peringatan ini bertujuan untuk terus mengingatkan masyarakat, terutama warga Kampus Unair, tentang kejahatan HAM (Hak Asasi Manusia) penghilangan paksa yang menimpa dua mahasiswa Unair, Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah.
Presiden BEM FISIP Unair, Tuffahati Ullayyah, berharap peringatan ini akan menjaga ingatan kolektif mengenai tragedi kemanusiaan tersebut.
“Kita harapkan warga Kampus Unair, terutama mahasiswa, dapat terus mengenang kedua mahasiswa korban penghilangan paksa ini,” ujar Tuffahati di Surabaya pada Jumat (30/8/2024).
Herman Hendrawan, mahasiswa program studi Ilmu Politik FISIP angkatan 1990, dan Petrus Bima Anugerah, mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 1993, menjadi korban penculikan militer pada Maret 1998. Hingga saat ini nasib mereka masih belum jelas.
Peringatan HAPPI 2024 mengangkat tema “Abadi dalam Memori, Menjaga Bara Api Reformasi” dan mencakup pameran lukisan kejahatan HAM oleh seniman Yayak Yatmaka serta pemutaran film “Yang Tak Pernah Hilang”.
Puncak acara berupa mimbar demokrasi menghadirkan orasi kemanusiaan dari dosen-dosen Unair seperti Hotman Siahaan, Airlangga Pribadi, dan Pinky Saptandari. Usman Hamid, aktivis HAM dari Amnesty Indonesia turut tampil menyanyikan lagu-lagu bertema HAM, serta penampilan musik oleh Suar Marabahaya dan Lontar Band.
Ketua Panitia HAPPI 2024, Andre Siswanto, menjelaskan tema peringatan sebagai upaya untuk melawan lupa terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kasus penghilangan paksa Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah.
“Kami berjuang untuk mendirikan monumen demokrasi di Unair sebagai bentuk memorialisasi dan penghormatan kepada korban,” ungkap pria ini.
Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional diperingati setiap 30 Agustus berdasarkan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Paksa yang diadopsi oleh PBB. Konvensi ini menuntut negara-negara untuk memajukan penghormatan terhadap HAM.
Di Indonesia, peringatan ini bertujuan untuk mencegah terulangnya kasus penghilangan paksa di masa depan dan mendorong penyelesaian kasus-kasus serupa.
Data dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menunjukkan lebih dari 53.000 kasus penghilangan paksa di Indonesia, termasuk kasus pembunuhan misterius dan penculikan aktivis pada 1997-1998.
Peringatan ini juga bertujuan memberikan dukungan moral kepada keluarga korban. Namun, perjuangan mengusut kasus-kasus ini sering terhambat, seperti dalam kasus Mugiyanto Sipin, mantan korban penculikan yang kini dianggap telah mengkhianati perjuangan keluarga korban.
Selain BEM FISIP Unair dan Ikohi, peringatan HAPPI 2024 diinisiasi oleh Yayasan Kurawal, Yayasan Tifa, Yayasan Citakita, Perguruan Rakyat Merdeka, Komunitas Kawan Herman-Bimo, dan LPM Berdikari.
(N/F: Nab/Dok.Pribadi)