Actasurya.com – Sesaat tiba memijak pelataran depan pintu masuk ini, melangkah ke arah turun, tangga kayu melihat arsitektur bangunan Belanda. Salah satu museum yang menyimpan sejarah perkembangan uang di Indonesia adalah De Javasche Bank (DJB). Namun, pengunjung museum yang berada di jalan Garuda nomor 1 Krembangan Sel Surabaya ini tak begitu ramai ketika hari biasa, berbeda saat akhir pekan banyak pengunjung, baik anak-anak SD sampai perguruan tinggi bahkan ada juga pengunjung asing.
Seperti yang disampaikan oleh Bambang Suhasnowo selaku juru kunci sekaligus pemandu pengunjung, “kalau hari biasa kayak gini memang sedikit, tapi biasanya saat akhir pekan banyak pengunjung yang datang, terkadang ada yang dari luar kota juga pengunjung asing,” jelasnya.
Museum yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya ini, memiliki struktur bangunan khas Belanda, baik dari model pintu, jendela, hingga lantai yang masih tetap dijaga kondisinya walau sudah mengalami beberapa kali perombakkan.
Bangunan yang awalnya difungsikan sebagai cabang De Javasche Bank Jakarta ditahun 1829 ini, berganti nama menjadi Bank Indonesia pada tahun 1953, di dalam museum sendiri menyimpan sejumlah mata uang dari berbagai seri, seperti seri hewan, seri bunga, seri Soedirman dan seri-seri lainnya.
Tak hanya memiliki koleksi uang, namun di museum yang telah diresmikan pada 27 Januari 2012 ini, juga menyimpan alat-alat produksi uang kertas maupun logam, penghitung uang hingga penghancur uang, ada pula brankas hingga replika emas yang bisa dipegang dan diangkat oleh pengunjung.
Keunikan lain dari gedung De Javasche Bank ini, adanya barang dan suatu tempat lorong berbentuk alfabet U. terdapat berupa tiga cermin yang telah berusia 100 tahun lebih, difungsikan di lorong sebagai memantau brangkas layaknya CCTV pada masa sekarang. Pada dahulunya, terdapat petugas yang menjaga di depan lorong masuk tengah-tengah yang berada di kedua sisi cermin tersebut.
Bangunan di bawah naungan Bank Indonesia (BI) ini memiliki tiga lantai, lantai dasar digunakan untuk memajang barang-barang peninggalan. Lantai dua bergaya interior klasik sebagai hall yang umum dimanfaatkan sebagai tempat pameran, wisuda dan seminar, juga dimanfaatkan sebagai spot foto, sementara lantai tiga sebagai penyimpanan arsip sejarah De Javasche Bank.
Pihak pengelola gedung sendiri mengizinkan siapa saja yang berniat menggunakan gedung ini khususnya hall, dengan syarat harus lebih dulu mengajukan surat peminjaman tempat serta acara yang digelar harus berupa acara bertemakan edukasi.
Gedung De Javasche Bank memiliki keunikan bangunan dan sejarahnya mengenai perkembangan perbankan dan uang di zaman itu, membuat salah satu pengunjung bernama Lutfy Ameilia ingin berkunjung untuk sekedar menambah ilmu dibidang sejarah perkembangan uang di Indonesia, “kalau di Surabaya ada tempat bersejarah tentang bank dan mata uang sebagus ini seharusnya dapat lebih di-explore lagi agar banyak pengujungnya,” cerita mahasiswa Unair semester satu jurusan Fisika itu. (N/F:cla/fdl/evv)