actasurya.com
  • HOME
  • BERITA
  • FEATURES
    • TOKOH
    • SENI & BUDAYA
    • GAYA HIDUP
  • OPINI
  • SASTRA
    • PUISI
    • CERPEN
  • PHOTOGRAPHY
  • E MAGAZINE
  • REDAKSI
Facebook X (Twitter) Instagram
TRENDING
  • Mahasiswa Stikosa AWS Membersamai UMKM Kampung Kue Rungkut Surabaya Untuk Melek Digital
  • Hari Ibu Jadi Momentum RTIK Surabaya Kenalkan Teknologi AI untuk Pemasaran Digital
  • Berani Berbisnis: Mahasiswi Inspiratif Seimbangkan Pendidikan dan Usaha
  • Peringatan Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional 2024 dengan Pameran dan Orasi Kemanusiaan di Unair
  • Aksi Darurat Demokrasi di Surabaya, Buntut Kontroversi RUU Pilkada
  • Tolak RUU Penyiaran, Koalisi Masyarakat dan Pers di Surabaya Gelar Aksi
  • Laboratorium Jurnalisme di Kampus Wartawan
  • Bangun Kemampuan Berbicara Depan Umum, UKM Surabaya Muda Gelar Pelatihan Public Speaking
Facebook X (Twitter) Instagram
actasurya.com
  • HOME
  • BERITA
  • FEATURES
    • TOKOH
    • SENI & BUDAYA
    • GAYA HIDUP
  • OPINI
  • SASTRA
    • PUISI
    • CERPEN
  • PHOTOGRAPHY
  • E MAGAZINE
  • REDAKSI
actasurya.com
Home»PUISI»MALAM DI STASIUN
PUISI

MALAM DI STASIUN

redaksiBy redaksi26 Mei 2018
Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

Ajal memanggil melalui sesuatu yang bukan suaramu. Kau tidak memanggilku.

Aku datang hanya sebagai penumpang, bukan pembunuh.

Aku memesan tiket setelah memutuskan tidak untuk pergi ke mana pun, tetapi berhenti di suatu tempat untuk membunuh maut yang melahirkanku.

Di telepon, tubuhmu biru.

(Seorang penyanyi telah berdiri membacakan satu ayat dalam kitab dan tertawa seperti sedang takut hendak kehilangan bagian-bagian tubuhnya: nafas yang mulai berbunga di dadanya, atau duri yang bermekar dari pahanya. Ia tak pernah bernyanyi. Ia baru saja dilahirkan dalam kereta api yang berhenti sebagai kekacauan. Ia sudah pernah mati)

Aku membayangkan kau pernah membangunkan dirimu di atas tanah ini dan mengambil beberapa suara yang jauh dan memimpikannya.

Tidur memimpikanmu.

Di telepon, aku memimpikanmu.

Kau tidak pernah tidur dan memimpikan apapun.

Jauh

(Seorang turis datang. Anjing dan kucing terikat dalam dirinya: dan bersama, membacakan satu puisi romantisme dalam bahasa kabut manusia. Kabut kepalanya)

Aku menjadi entah: seekor anjing dan kucing: di leherku mereka mengikat tuju

Aku hanya ingin pulang dengan mudah merindukanmu

tanpa perlu mengingat siapa kau siapa aku.

 

Penulis : Chendra.

acta surya Kumpulan Puisi puisi
Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
redaksi
  • Website
  • Facebook
  • X (Twitter)
  • Instagram

Related Posts

Wabah Mendunia

28 April 2020

Monolog Pandemi, Berkesenian Sambil Peduli

22 April 2020

Potret Opspek Edisi 4

17 September 2019

Leave A Reply Cancel Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

NAVIGASI
  • IKLAN
  • E MAGAZINE
  • TENTANG KAMI
  • ATURAN PENGGUNAAN
  • ARSIP
  • KONTAK
JEJARING KAMI
Tweets by actasurya
Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
  • IKLAN
  • E MAGAZINE
  • TENTANG KAMI
  • ATURAN PENGGUNAAN
  • ARSIP
  • KONTAK
© 2025 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.