Actasurya.com – Selamat datang di Indonesia, negara dengan populasi penduduk hingga 266,91 juta jiwa, menurut survei penduduk antar sensus (supas) tahun 2019. Hal ini juga didasari oleh pemerataan penduduk di setiap pulau yang ada di Indonesia.
Tak heran ketika perayaan hari besar seperti Lebaran, banyak penduduk yang pulang ke kampung halaman atau istilah populernya mudik, tak terkecuali mahasiswa perantau.
Sebagai mahasiswa, momen lebaran yang datang setahun sekali ini mereka damba-dambakan, sebab pada saat momen itulah mereka dapat berkumpul bersama keluarga.
Namun, ada beberapa mahasiswa yang tak bisa berkumpul dengan sanak keluarganya karena keterbatasan waktu, hingga biaya akomodasi yang harus dikeluarkan untuk pulang kampung.
Seperti yang dialami Ade Resti Ramadhani mahasiswa semester 6 Stikosa-AWS. Tahun ini, Ade tidak bisa merayakan lebaran bersama keluarga besarnya yang berada di Kabupaten Berau Kalimantan Timur.
Ade mengeluhkan tak dapat mudik dikarenakan harga tiket pesawat yang melonjak tinggi melebihi biaya SPP di kampusnya sekarang. Harga tiket yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dikarenakan banyaknya turis mancanegara yang berlibur di Indonesia sangat berdampak kepada mahasiswa perantau seperti Ade.
“Kebetulan tahun ini saya tidak ada agenda mudik, karena kendala dengan harga tiket pesawat yang semakin mahal, harga tiketnya sekarang ada yang sampai lima juta, lebih mahal dibanding SPP kuliah saya,” ujar mahasiswa jurusan Jurnalistik ini.
Bagi seorang mahasiswa perantau bukan hanya harga tiket saja yang menjadi kendala mereka tidak bisa pulang kampung dalam waktu yang relatif lama. Ada juga alasan waktu libur kuliah yang kurang panjang, sehingga mahasiswa khususnya yang berasal dari luar pulau, enggan mudik karena keterbatasan waktu untuk berkumpul bersama sanak saudara.
Juga seperti yang dialami Alifia Widya Febyani mahasiswa yang berasal dari Jayapura. Alifia panggilan akrabnya mengeluhkan jika tahun ini ia tidak bisa merasakan pulang kampung untuk yang ke-3 kalinya semenjak ia menuntut ilmu di kota pahlawan.
“Sebenarnya kendala tahun ini itu di perkuliahan sih. Aku ngambil mata kuliah bebas mice, lah terus eventnya seminggu setelah Ujian Akhir Semester. Jadi agak rugi semisal mau balik ke Jayapura kalo cuman sebulan dengan harga tiket pulang pergi yang bisa buat bayar kuliah untuk tiga semester,” jelasnya saat ditemui awak Acta Surya.
Banyak hal yang dirindukan mahasiswa perantau yang tak bisa pulang kampung. Mulai dari hidangan masakan khas saat lebaran di rumah, bersilahturahmi ke saudara, hingga melaksanakan tradisi sungkem kepada orang tua. Demi mengobati rasa rindu dengan keluarga, setelah sholat ied, Alif biasa melakukan video call melalui handphone.
“Rindu sih pasti ya, biasanya pas malam takbir di rumah sudah sibuk-sibuknya nyiapin makanan. Setelah sholat ied aku sih biasanya langsung video call sama ibu seperti lebaran tahun kemarin,” ucapnya.
Ade pun juga begitu, ia juga merasakan rindu saat tidak pulang kampung saat libur lebaran kali ini. Perasaan sedih selalu berkecamuk di dalam hatinya karena tidak bisa melakukan kebiasaan sedari kecilnya di kampung halaman saat lebaran tiba.
“Pastinya ada rasa sedihnya karna nggak bisa kumpul sama keluarga. Walaupun saya punya saudara di Surabaya tapi kan lebih bahagia kumpul sama orang tua di saat ada masalah dan pengen nangis kamu juga akan merindukan orang tua dan kampung halaman,” imbuhnya. (N/F: ada/cla)