Ketika menyebut kata rujak cingur, ingatan langsung tertuju pada Kota Pahlawan. Makanan khas Surabaya ini terdiri dari sayur, buah, tahu, tempe ditambah potongan cingur sapi. Semua bahan dicampur dengan bumbu yang terbuat dari petis, kacang tanah, cabai dan gula merah.
Kurang lengkap jika berkunjung ke Surabaya tanpa menikmati menu rujak cingur. Penjual kudapan ini bisa ditemui di setiap sudut Surabaya. Salah satunya di Jalan Achmad Jais 40, Surabaya. Bedanya, di tempat ini sang pejual bukan masyarakat kota ini, tetapi warga Tionghoa yang tinggal di Surabaya.
Depot rujak milik Ng Giok Tjoe atau lebih dikenal dengan mama Giok Tjoe ini sudah ada sejak tahun 1970. “Sekitar tahun 70-an itu kami sekeluarga sering mendapat kiriman cingur dari seseorang setiap harinya. Lantas bingung mau diapakan karena terlalu banyak. Kemudian mulai ada keinginan untuk membuka warung yang menjual rujak cingur. Ternyata hasil dari racikan keluarga banyak yang suka. Buktinya bisa bertahan sampai sekarang”, kata Ong Sioe Sin, penerus usaha milik neneknya ini.
“Rujak cingur di sini berbeda dengan rujak cingur lainnya. Perbedaanya dari tempe sama cingurnya. Di sini tempenya kering seperti keripik tempe, sedangkan untuk cingurnya sendiri itu empuk dan enak. Lain dengan orang–orang yang cingurnya keras”, jelas Ong Sioe Sin, anak Giok Tjoe.
Dalam sehari Rujak Cingur Akhmad Jais menghabiskan 20 kilogram cingur sapi yang dibeli di pasar Pegirian. Buah yang digunakan, seperti bengkoang, mentimun, kedondong dan mangga muda.
Memanfaatkan ruang depan rumahnya, Giok Tjoe memulai berjualan setiap pukul 10 pagi hingga 5 sore pada Senin sampai Sabtu. Sedangkan hari Minggu, pengunjung bisa menikmati sajian mulai pukul 11 siang hingga 5 sore. Harga satu porsinya adalah 35 ribu rupiah. (Naskah/Foto: Bayu Basu Seno/ Abdul Wachid)