Actasurya.com – Semakin meluasnya pandemi Covid-19 di Indonesia, hingga pemerintah pusat menghimbau masyarakat untuk menerapkan Work From Home (WFH) dan melakukan segala aktifitas hanya di rumah saja. Saat ini, penerapan WFH sendiri sangat terasa dampaknya, perputaran perekonomian pun mulai tidak stabil.
Kegiatan yang terbatas, mulai dari minat beli masyarakat yang mulai berkurang, pula penjual yang gulung tikar, hingga pengusaha terpaksa menutup sementara usahanya, akibat tidak adanya pembeli.
Hal ini tentu berdampak juga pada pekerja-pekerja harian yang ikut diliburkan atau bahkan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak. Mahasiswa Stikosa-AWS yang kebanyakan pekerja juga pasti merasakan dampak tersebut.
Hingga kini, banyak berita di televisi, radio, koran, maupun media daring, yang mengulas tentang dampak perekonomian Indonesia akibat pandemi ini. Seperti media tirto.id yang memberitakan kondisi ekonomi saat ini, pada Rabu (14/03) dengan judul Pertumbuhan Ekonomi Minus, Catatan Buruk Krisis Ekonomi RI 97/98.
Hal itu menandakan bahwa perekomian sedang tidak baik-baik saja. Namun menanggapi pemberitaan-pemberitaan tersebut, tampaknya pihak kampus Stikosa-AWS abai dengan hal ini dan seolah tutup mata.
Pemberlakuan kuliah daring yang berlangsung sejak Senin (23/3), hingga kini seharusnya bisa dijadikan pertimbangan akademik untuk memberikan keringanan biaya.
Selain berupa kuota internet, pula dengan mengurangi pembiayaan uang kuliah atau SPP. Mengingat mahasiswa tidak menggunakan fasilitas kampus secara penuh, terlebih pada semester ini.
Bukan justru membagikan foto selebaran atau pesan pribadi untuk melakukan pembayaran saja. Namun, juga ada upaya untuk meringankan beban mahasiswa ditengah perlambatan ekonomi (resesi) yang terjadi di Indonesia.
Terlebih kuliah daring tidak semuanya berjalan efektif. Seperti yang diungkapkan salah satu mahasiswi semester dua, mengaku kuliah daringnya menemui beberapa kendala. “Jaringan sih yang terpenting, karena gak selalu stabil, kemudian tugas juga, dua kali lipat dari kelas tatap muka, dan dosen yang tidak sesuai jam mengajar,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, jika teman-temannya juga mengeluhkan kuota internet. “Terutama sih kuota ya kebanyakan mahasiswa yang mengeluhkan itu, harus mengeluarkan biaya tambahan,” imbuhnya.
Bahkan saat saya mencoba bertanya kepada Moch. Djauhari selaku Waka II, Rabu lalu (1/4) mengenai prosedur dispensasi online pun, ia justru menghimbau agar saya mengusahakan SPP hingga bulan Mei dilunasi terakhir pada tanggal 10 April.
“Dengan usaha sungguh-sungguh InsyaAllah dapat jalan keluarnya,” imbuhnya melalui pesan Whatsapp. Sungguh hal tersebut bukanlah jawaban yang kami harapkan, bahkan tidak ada solusi sama sekali dari pihak kampus terkait penggunaan SPP semester ini.
Bukan perihal dispensasi sebenarnya, hanya saja perlu adanya subsidi kuota untuk melancarkannya proses kuliah daring atau paling tidak, ada potongan uang kuliah untuk mahasiswa semua golongan. Karena pada dasarnya, mahasiswa tidak memperoleh imbal balik yang layak terkait fasilitas yang menopang perkuliahan.
Ditulis oleh : Fitri Yuliani.