Pada bagian dalam Mushalla Bafadhol, nuansa klasik dengan perpaduan warna putih dan coklat terlihat mendominasi pada dinding dan pintu-pintunya, kawasan Wisata Religi Sunan Ampel, Surabaya.
Actasurya.com – Jika berkunjung ke Surabaya bagian utara tepatnya ke Kampung Arab Ampel, di sana banyak ditemui tempat ibadah umat Islam, baik masjid maupun musholla/langgar. Satu diantarannya terdapat sebuah musholla yang berusia lebih dari dua abad.
Musholla ini bernama Musholla Bafadhol atau dikenal dengan sebutan langgar panggung. Berada tepat di pintu masuk Wisata Religi Ampel jika dari arah Jalan Dukuh, saat pertama kali sampai tempat ini terlihat sebuah bangunan musholla beserta menara berkubah. Dinding luar bangunan yang bercat hijau semakin memudahkan orang untuk mengetahui keberadaan musholla ini dari kejauhan.
Tepat berlokasi di sisi kanan jalan KH. Mansur No. 8 Surabaya, meski tak banyak luasan tempat parkir kendaran yang tersedia, karena hanya sekadar memanfaatkan bahu jalan. Berlanjut menitihkan langkah ke sebuah tangga utama dari musholla ini, akan disambut sebuah pintu kayu besar yang langsung menuju ruangan utama sebagai tempat ibadah.
Begitu menelisik ke dalam musholla, tampak tembok interior dan dinding berkeramik serta pintu-pintunya bercat perpaduan warna putih dan coklat, terlihat kontras dengan warna dinding luar musholla yang cukup untuk menampung sekitar 20 orang jamaah ini. Ornamen bangunan ibadah umat Islam yang dibangun sejak 1918 ini, sebagian besar masih terjaga keasliannya, meskipun di beberapa bagian tampak berjamur dan berkerak.
Sedangkan bagian depan musholla dicat ulang dengan warna hijau yang mendominasi hampir seluruh bagian luar bangunan, di mana dari awal berdiri bagian dindingnya bercat putih sedangkan untuk kayunya dicat hijau.
Sekilas sejarah awal berdirinya Musholla Bafadhol, di mana saat itu hukum politik kolonial yang keras membagi etnis dan golongan, melarang buruh angkut maupun pekerja pribumi, melakukan aktifitas sosial maupun beribadah bersama etnis asing (non pribumi), seperti Arab dan Tionghoa.
Situasi itu menggugah empati saudagar Arab keturunan Yaman asal India, dari keluarga Bafadhol yang membangun musholla panggung di sisi timur Pasar Pabean, yang diperuntukan bagi para pekerja pribumi.
Tuki Daun seoarang warga yang lama mengurusi musholla ini, mengatakan musholla ini adalah musholla wakaf, Tuki panggilan akrabnya sejak 1971 adalah pewaris sekaligus pemegang kunci musholla. Sehari-hari dia dengan sukarela sebagai pengurus sekaligus petugas kebersihan, dan juga muadzin.
“Saya juga menjadi imam pada waktu sholat subuh, dhuhur, ashar, sedangkan satu tahun terakhir ini ada seorang turunan Bafadhol bernama Habib Muhammad yang menjadi imam maghrib dan isya”, tambahnya.
Menurut keterangan pria asal Madura ini, jumlah jamaah sholat di Musholla Bafadhol ini terbilang penuh pada saat waktu sholat Dhuhur dan Maghrib, banyak jamaah yang didominasi oleh para buruh kuli angkut Pasar Pabean, mereka menjadikan musholla ini sebagai tempat istirahat kerja, sekaligus beribadah.
Seperti Musholla lainnya, terdapat tempat berwudhu yang berada di bagian bawah untuk jamaah yang ingin wudhu maupun mandi. Meskipun terlihat seperti tak terawat, tapi drainase maupun fasilitas di musholla ini masih berfungsi dengan baik.
Penjaga musholla yang berstatus musholla budaya ini mengungkapkan, bahwa selama ini tidak ada donatur tetap yang menyumbang untuk kebutuhan musholla yang belum pernah dipugar ini.
“Untuk perawatan musholla kayak lampu rusak, speaker rusak hanya mengandalkan uang infaq dari jamaah yang sholat di sini, tuh saya buatkan kotak amal, kebanyakan sih dari orang-orang yang jauh biasanya ngasih agak lebih, tapi donatur memang tidak ada,” pungkasnya. (N/F: evv/ftr)