actasurya.com – Arsitektur ala kolonial terasa kental ketika pertama kali memasuki bangunan. Bertuliskan Politie Commissariaat, seakan semakin menegaskan bahwa bangunan telah ada sejak para Meneer menjajah Indonesia. Berfungsi sebagai asrama militer perang awalnya, kini gedung ini beralih fungsi sebagai kantor sekaligus museum bagi Polrestabes Surabaya.
Pemandangan polisi berseragam yang berlalu lalang menjadi hal yang lumrah di sebuah kantor kepolisian. Namun, mungkin tak ada yang menyangka bahwa dibalik penetapan tempat tersebut sebagai markas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya (Polrestabes Surabaya), tersimpan banyak barang-barang bersejarah yang memperlihatkan perjuangan polisi di Surabaya.
Lonceng besar, seakan sengaja di tempatkan tepat di depan pintu masuk sebagai ‘penerima tamu’ bagi siapapun yang mengunjungi tempat ini. Deretan sofa berwarna terang (merah kuning hijau) berpadu serasi dengan arsitektur khas Kolonial.
Berdiri pada1809, pihak Posrestabes Surabaya bekerja sama dengan tim Cagar Budaya, memerlukan waktu empat bulan untuk menggali tapak-tapak sejarah dengan memugar tempat ini hingga akhirnya kembali ke wajah aslinya
“Ini semuanya asli, hanya saja perlu sedikit dipugar untuk bisa menampakkan ke wajah aslinya,” terang M. Uniwaly provos yang berjaga piket waktu itu (16/10).
Berbeda dari kebanyakan museum yang ada di Surabaya. Museum ini merupakan museum aktif, dimana penyematan julukan museum aktif ini dilatarbelakangi oleh masih digunakannya gedung untuk aktivitas kerja pihak kepolisian.
Koleksi museum ini meliputi baju dinas, senjata, alat komunikasi serta barang bersejarah lainnya yang memperlihatkan perjuangan polisi di Surabaya.
“ini adalah kamera yang dulu digunakan oleh kepolisian untuk mengani sebuah kasus. Modelnya ada banyak, Mbak.” Papar pria yang mengaku kelahiran ambon ini.
Selain itu, tak hanya barang-barang bersejarah yang dipajang rapi dalam ruangan nuansa kolonial ini. Pada dinding-dinding bangunan juga terdapat foto aksitektur lama bangunan serta beberapa kantor kepolisian lain yang ada di Surabaya.
Lebih lanjut ketika disinggung mengenai darimana pihak polrestabes mendapatkan koleksi-koleksinya ini, Uniwaly mengatakan bahwa koleksi ini merupakan barang-barang yang sebenarnya telah lama tersimpan di gudang. Namun, untuk foto-foto yang dipasang di dinding, merupakan hasil kerja sma dengan pihak Leiden University, Belanda.
“Kita juga bekerjasama dengan pihak Universitas Leiden di Belanda. Ya kalau tidak mana mungkin kita bisa dapat foto masa perang gini,” terang Uniwaly sambil terkekeh.
Pria yang kental dengan logat Indonesia timurnya ini juga mengajak untuk masuk ke ruangan yang dulu pernah digunakan M.jasin selama masa Jabatannya. Nama M. Jasin memang tidak begitu termasyur disbanding dengan julukannya sebagai polisi istimewa. Tak banyak orang yang tahu bahwa M. Yasin merupakan salah satu pahlawan yang terlibat di balik peristiwa 10 November di Surabaya.
Untuk itu sudah seyogyanya, masyakat Surabaya menjadikan museum-museum yang kini telah masuk dalam Cagar Budaya ini sebagai alternatif destinasi wisata keluarga disamping maraknya mall-mall yang ada. (N: Wulan)