actasurya.com – Masjid, sebuah tempat ibadah untuk umat muslim telah terdapat diberbagai belahan dunia. Tidak ketinggalan juga dengan salah satu kota yang berada di Jawa Timur. Di Nganjuk, sudah banyak masjid yang didirikan, salah satunya adalah masjid Al-Mubarok. Masjid yang telah berdiri sejak tahun 1754 ini masih berdiri dengan kokohnya.
Menurut sejarah, masjid ini didirikan oleh Bupati pertama Kabupaten Nganjuk, Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo 1. Warga Nganjuk mengenalnya dengan julukan “Kanjeng Jimat”. Entah dari mana datangnya sebutan itu, sebagian besar masyarakat mengenalnya juga sebagai orang sakti.
Adapun dilihat dari luar Masjid Al-Mubarok ini memiliki tiga bagian utama. Dari gerbang, sudah ditambahi bagian sebagai perluasan masjid berlantai keramik. Sururi menyebutkan sekitar 2014, ini dibangun. Sayangnya, dibangun dengan gaya modern saat ini, sehingga dari luar tidak terlihat seperti bangunan kuno dan bersejarah. Namun di sana terdapat bekas yoni, yang dijadikan sebagai jam matahari dengan ditanam besi di atasnya.
Barulah, jika masuk lebih dalam lagi terdapat bagian teras masjid yang berubin hitam. Terakhir, masjid utama yang sebagian besar masih asli interiornya sejak dibangun. Terlihat sekali konsep interior Jawa Kunonya. Namun tidak melepaskan unsur keislamannya. Dimulai dari mimbar, tempat khotib berkhutbah.
Dengan berbahan kayu jati, mimbar itu tidak menggunakan paku, hanya berupa bagian-bagian yang dipasang-pasang. Ukirannya menampilkan corak bunga-bunga. Didominasi warna emas dan merah. Tak ketinggalan pula di atasnya terdapat sebuah aksesoris terbuat dari kuningan, yang menghiasai tungkup dari mimbar.
Sururi menambahkan pula, tembok di bangunan utama itu sangatlah tebal. Kurang lebih tebalnya mencapai satu meter tanpa menggunakan semen. “Hanya bata merah yang ditumpuk. Tembok itu hanya berfungsi sebagai batas saja,” tutur Muhammad Sururi, takmir masjid.
Adapun tiangnya sendiri berdiri sendiri dan tidak menumpang ke tembok. Berjumlah sekitar 22 tiang bulat bercat merah tua dari bonggol kayu jati. Empat darinya yang paling besar berada di tengah. Di puncak tiang itu juga terdapat motif ukiran-ukiran.
Berbeda dengan ukiran Hindu, kebanyakan kalau Hindu lebih sering menampilkan ukiran berbentuk manusia maupun dewa-dewi. Namun, jika Jawa Islam seringkali menampilkan bentuk seperti bunga melati maupun buah manggis. “Keduanya itu menggambarkan umat Islam. Misal manggis, manis dalamnya dan lembut luarnya. Seperti umat Islam yang manis budi pekertinya dan lembut perilakunya. Begitupula dengan melati, yang harum jika dinikmati,” tambah Sururi.
Sementara atapnya juga terdiri dari tiga tingkatan, yang menggambarkan tiga amalan yang tidak ada putusnya sampai kiamat nanti. Dimulai dari amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang soleh.
Sepenggal Sejarah dan Perkembangan
Di dalam masjid, juga tedapat sebuah tempat Al-Quran. Ternyata awalnya tempat itu diggunakan sebagai “jodang” atau tempat di mana seorang pengantin laki-laki menaruh seserahan, seperti bahan makanan, kepada keluarga mempelai wanita.
Tidak hanya itu, masih utuh juga kentongan beserta bedug yang dianggap mistis oleh warga sekitar. Karena pernah suatu ketika, bupati Nganjuk ke-5 menyuruh untuk memindahkan bedug beserta mimbar ke Masjid Agung Nganjuk. Baru dipindahkan, kedua benda itu telah kembali lagi ke Masjid Al-Mubarok.
Ditambah lagi, terdapat ungkal kuno. Dahulu ada seorang pengikut Kanjeng Jimat yang terpaksa harus kembali ke daerah asalnya di Jawa Tengah untuk mengasah gaman (senjata). Kanjeng Jimat lalu menegurnya agar tidak perlu pulang. Sebab sudah ada di selatan masjid. Pengikut itu takjub, padahal sebelumnya tidak ada ungkal di sana. Akhirnya, ungkal itu dikenal sebagai “ungkal ajaib”.
Tercatat, memang masjid ini sudah beberapa kali direnovasi, terutama bagian atap dan lantainya. Pertama kali, atapnya dari sirab (kayu kecil) dan lantainya berupa batu kali yang diratakan. Kemudian pada tahun 1950, diganti atapnya dengan seng dan lantainya diganti dengan tekel. Setelah itu, pada tahun 1986, kembali direhab atapnya diganti dengan genteng dan lantainya dengan marmer.
Tidak hanya masjidnya saja yang menarik perhatian. Di belakang kompleks masjid terdapat pemakaman. Salah satunya pemakaman Kanjeng Jimat. Setiap malam Jumat, khususnya Jumat Legi dan Kliwon, selalu ramai didatangi. Umumnya mereka ingin meminta barokah. Entah sembuh dari penyakit, naik jabatan, jodoh dan lain sebagainya. (N/F: Fahmi)
1 Komentar
Pingback: Writeholic