actasurya.com – Surabaya, tepatnya di jalan Peneleh, gedung-gedung tua serta rumah-rumah peninggalan khas jaman Belanda masih berdiri dan dipergunakan. Lodji Besar misalnya, bangunan yang dibangun sekitar tahun 1907 ini masih tampak berdiri kokoh.
Bangunan yang kental dengan suasana jaman Belanda, nampak jelas saat kita melihat dari depan rumah ini. Mengusung tema tempo dulu, cafe yang baru berdiri tiga bulan silam ini tetap mempertahankan aksen lawasnya. Mulai dari pagar, pintu serta jendela peninggalan masa kolonial kuno. Meja dan kursi terbuat dari kayu tanpa cat tertata rapi melingkar, perabotan tersebut dirancang sedemikian rupa guna mempererat perbincangan bagi pengunjung café.
Lodji sendiri berasal dari bahasa Belanda yang artinya rumah besar atau gedung besar. Seperti namanya, bangunan ini tampak cukup besar, dengan dua rumah yang memiliki peranan masing-masing. Rumah utama digunakan sebagai galeri dan tempat duduk Indoor yang memiliki teras cukup luas. Sementara rumah kecil, dengan plat kayu bertuliskan “Koffie Djamoe” digunakan sebagai tempat meracik kopi dan jamu serta kudapan yang dipesan pengunjung.

Memasuki rumah utama, terdapat lampu yang sengaja digantung dibagian atap atas sebagai penerangan di malam hari. Saat melangkahkan kaki lebih dalam ke ruangan utama, kita akan disambut dengan tulisan soegeng rawoeh (baca: sugeng rawuh) yang artinya selamat datang. Nampak berbagai poster dengan ejaan Indonesia lama juga menjadi penghias dinding cafe ini.
Saat menuju ke bagian tengah, kita akan disuguhkan dengan deretan gambar yang akan membuat kita bernostalgia ke jaman dahulu dengan tata ruang yang bernuansa vintage. Di bagian tengah, terdapat lemari yang berisikan cangkir lawas serta setrika dan mesin ketik lawas. Sementara, di sisi sebelah kanan, ada ruang yang berisikian kaos serta pernak-pernik karya sang pemilik Kuncara Prasetya dengan label Sawoong.
“Ya itu merupakan salah satu hobby pak Kuncar, kecintaan beliau dengan sejarah Surabaya, maka dari itu pak Kuncar tuangkan semua ke dalam dunia seni. Beliau sendiri ingin supaya masyarakat dan anak muda khususnya lebih mencintai kota Surabaya,” ujar Fadli, salah satu pengelola Lodji Besar cafe.
Tak hanya kaos saja, disana juga dijual jaket serta gantungan kunci dengan lambang Sura dan Baya khas Kota Pahlawan ini.
Seperti warung lainnya, di Lodji Besar Cafe juga menyediakan berbagai macam minuman dan makanan sebagai pendamping saat ngobrol. Untuk menu minuman disediakan berbagai jenis kopi dari berbagai daerah, serta susu, teh hingga jamu tradisional dan jamu modern seperti pokak milkshake dan ice cream temulawak. Fadli mengatakan, Kuncar selaku penggagas cafe ini masih tetap menjaga minuman jamu sebagai minuman utama yang ditawarkan guna mengingatkan kembali akan minuman tradisional jaman dahulu.
Tak hanya sebagai tempat nongkrong, Lodji Cafe sering digunakan tempat kumpul komunitas cagar budaya dan turis asing setelah nyekar ke makam Peneleh. Bangunan peninggalan pejabat Belanda ini, rencananya akan segera ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. “Program kerja selanjutnya, kami akan menggandeng Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pemkot untuk melestarikan cagar budaya yang ada di Surabaya ini mbak,” tutup Fadli.
“Suasananya asik, nyaman untuk nongkrong sama temen-temen dan tempatnya juga apik. Tapi harganya sedikit mahal untuk kalangan mahasiswa, ” ujar Dhian Permana salah satu pengunjung Café.
Jika ingin berkunjung ke Lodji Besar, Café ini buka setiap hari Senin sampai Minggu, mulai pukul 11.00 – 24.00 WIB. Berlokasi di jalan Makam Peneleh No.46, Peneleh, Genteng, Surabaya. (N/F : Alfa, Sasa)