actasurya.com – Sidoarjo Kota UKM, begitulah julukan Kota Udang itu sekarang. Mempunyai peran besar di berbagai bidang bisnis Usaha Kecil Menengah (UKM), kota ini terlihat begitu sukses membawa para industri kecil merangkak naik dalam pengembangan usaha yang menjanjikan.
Namun tidak semuanya dirasa baik bagi para penggiat industri kecil ini, H.Miftah misalnya, ia merasa hal ini berbanding terbalik dengan usaha batik yang digelutinya di Kampoeng Batik Jetis.
Ia merasa peran pemerintah kurang begitu dirasakan di usaha batik miliknya, terkait penyebutan Sidoarjo sebagai Kota UKM. Dampak yang dirasakan sekarang justru bisnis batiknya menurun hingga 50%. Hal ini ditengarai oleh pengembangan usaha batik kini sangat sepi peminat dan juga dari segi pemasarannya yang kurang.
“Keadaan yang membuat seperti ini, tidak bisa dipungkiri lagi. Peran pemerintah juga tidak begitu terpengaruh, tidak adanya pelatihan untuk mengembangkan usaha batik, rata-rata mereka yang usaha batik tulis sekarang berdiri sendiri-sendiri untuk mengembangkan bisnisnya,” ujarnya.
Berbeda ketika jabatan Bupati Sidoarjo diemban oleh Win Hendrarso, yang menyediakan banyak sekali pelatihan dan pengembangan di bidang usaha batik. Hingga membuat perkumpulan untuk bertukar pikiran mengenai batik tulis. Namun saat ini, perkumpulan yang dulunya berjaya kini hanya tinggal nama. Pemerintah dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) juga dinilai kurang memperhatikan pengusaha seperti Miftah ini, yang mana sudah 40 tahun lebih menjadi pengrajin batik.
“Tidak terlalu berharap dengan pemerintah saat ini, karena ya sudah keadaannya seperti ini. Tapi jika nantinya ada upaya dari pemerintah ya dilihat lagi, dan kemungkinan sangat mendukung sekali,” tegas H. Miftah sembari tersenyum. (N/F: Haris,Hening/Haris)