Actasurya.com – Dalam pameran bertajuk “Seni Lupa” yang diadakan oleh delapan mahasiswa S1 Pendidikan Seni Rupa di Universitas Negeri Malang (UM) di Galeri Raos, Batu, seni melukis tidak hanya diartikan sebagai keindahan semata, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran sosial. Melalui karya-karya mereka, para seniman muda ini mengangkat berbagai macam tema, tak terkecuali dalam mengkritik isu mendesak seperti kepunahan satwa dan eksploitasi hewan.
Aditya Eka Putra, salah satu peserta pameran, berpendapat bahwa seni lukis memiliki kekuatan tersendiri dalam menyampaikan pesan tanpa harus menggunakan narasi yang panjang. Kepeduliannya terhadap hewan sejak kecil menjadi salah satu motivasi utama bagi Adit untuk mengangkat isu kepunahan satwa akibat eksploitasi manusia.
“Saya merasa sangat prihatin dan sedih. Saya peduli akan nasib satwa yang terancam punah, terutama akibat eksploitasi hewan yang sering kita jumpai di sekitar,” ujarnya.

Adit memamerkan enam karya, di mana setiap lukisan mengandung makna dan pesan yang berbeda. Salah satu karya yang menarik perhatian adalah lukisan berjudul “Muatan Eksotis”.
Lukisan ini menggambarkan seekor burung Kakatua Maluku yang terkurung dalam sebuah botol plastik yang tampak sesak. Gambaran tersebut mencerminkan bagaimana proses penyelundupan dan perdagangan ilegal terhadap hewan langka sering dilakukan.
Narasi visual ini menyingkap ironi besar tentang keserakahan dan kriminalitas dalam perdagangan satwa liar. Di mana keberlangsungan spesies lain seringkali harus dikorbankan.
“Keberadaan Kakatua di hutan bukan hanya sekadar hiasan, tetapi juga bagian penting dari proses regenerasi hutan dan keseimbangan ekosistem,” tambah Adit.
Sementara lima karyanya yang lain berjudul; Budak Peradaban, Perjamuan Terakhir, Warisan yang Melebur, Kemegahan yang Terkikis, dan yang terakhir yakni Sisi Gelap Bara Api yang menggambarkan kemurkaan Harimau Sumatera akibat hutan gundul.
Dengan mengangkat tema eksploitasi hewan dalam karyanya, Adit berharap dapat menyuarakan keresahannya dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya melindungi satwa yang telah menjadi korban.
“Saya ingin masyarakat sadar bahwa mereka (hewan) adalah korban bisu, dijual seperti barang, diburu demi kesenangan, dan disiksa hanya untuk hiburan,” ujar ketua pelaksana pameran tersebut.
Lebih lanjut, pameran “Seni Lupa” ini telah berlangsung sejak 8 November dan akan berakhir pada 13 November 2025. Dibuka secara gratis setiap hari pukul 08.00-22.00 WIB. Pameran ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni rupa serta menyebarluaskan kesadaran akan isu-isu sosial yang penting. (Feb/NF: Dok.Pribadi
