actasurya.com – Menapaki jalanan Surabaya malam. Di balik gemerlap lampu dan gedung pencakar langit, tak sedikit insan yang berjuang di antara kerasnya kehidupan jalanan. Tukang becak, pengemis, pengamen, hingga anak-anak jalanan turut merasakan dinginnya udara malam yang menembus tulang. Rasa kantuk yang sebanding dengan rasa lapar membuat mata mereka tetap terjaga.
Di balik ironi dan kerasnya kehidupan jalanan, ada sepenggal asa dari pemuda-pemuda yang membidani lahirnya komunitas Sego Bungkus atau biasa disebut Sebung. Terinspirasi dari komunitas berbagi yang dikenal dengan ‘Sedekah Rombongan’ di Yogyakarta, komunitas ini lahir. Dengan slogan “Sederhana tapi bermanfaat”, komunitas ini mulai menunjukkan eksistensinya.
“Karena tempatnya di Surabaya, istilah sego bungkus ini muncul,” ungkap Febryan Kiswanto selaku koordinator Sebung.
Sebung bergerak di bidang sosial dengan cara membagikan nasi bungkus pada tengah malam. Nasi bungkus tersebut dibagikan kepada ratusan tunawisma di Surabaya. Komunitas ini sengaja bergerak pada malam hari. Karena saat petang, gemerlapnya Kota Pahlawan seakan menceritakan getir kehidupan yang sesungguhnya.
“Karena kita akan tahu siapa yang benar-benar membutuhkan nasi bungkus, karena kalau siang hari sering salah sasaran,” tutur mahasiswa Jurusan Hukum ini.
Sebung berdiri pada tanggal 12 Desember 2012, yang diprakarsai oleh beberapa mahasiwa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga. Dengan menyebarkan semangat berbagi, para pemuda ini berharap semua orang tergerak untuk senantiasa berbagi kepada sesama.
“Kita ingin menyebarluaskan virus-virus berbagi. Diharapkan semua orang tergerak untuk senantiasa berbagi kepada saudara-saudara kita yang kurang mampu,” tutur Febryan.
Berkumpul setiap hari Jum’at pukul 21.00 di depan perpustakaan Universitas Airlangga Kampus B, Sebung memulai aksinya. Biasanya, mereka baru meluncur ke tempat-tempat yang telah disepakati pada pukul 22.00 hingga tengah malam. Rute yang dituju setiap minggunya selalu berubah-ubah.
Pada minggu ini misalnya, Sebung akan melewati alur mulai dari Kenjeran lanjut ke ITC, Undaan, Pasar Besar, JMP, Kya-Kya, hingga Tugu Pahlawan. Untuk pemilihan tempat sendiri, anggota Sebung sudah melakukan banyak riset. Mereka sudah hafal dimana saja tempat yang ramai akan masyarakat Kota Surabaya yang membutuhkan bantuan seperti para tunawisma.
Biasanya setiap Jumat malam, mereka mampu membagi ratusan nasi bungkus, antara seratus hingga empat ratus. Uang untuk membeli nasi bungkus didapatkan dari beberapa donatur yang menyumbang lewat rekening. Tak hanya itu, donasi yang diberikan juga boleh berupa nasi bungkus yang dikumpulkan sebelum acara dimulai.
Tidak melulu tentang berbagi nasi bungkus, komunitas ini juga memiliki misi untuk memperkenalkan wisata malam Kota Surabaya, seperti Hotel Majapahit, Pahlawan, hingga Balai Kota. Saat selesai membagikan nasi, mereka selalu menyempatkan diri untuk berfoto bersama di beberapa ikon Kota Surabaya.
Selain itu, para anggota yang tergabung juga rutin melakukan kopi darat. Sekedar kongkow yang berlanjut pada obrolan-obrolan menarik hingga sharing pengalaman para anggotanya. Hal ini dilakukan untuk mempererat tali silaturahmi antar anggota.
Kini, anggota Sebung berjumlah sekitar seratus orang. Anggotanya tak hanya dari kalangan mahasiswa dan pelajar saja. Ada juga beberapa pengusaha maupun orang-orang yang sudah bekerja pun turut bergabung. Sebung juga tidak memberi batasan usia bagi siapapun yang ingin berpartisipasi di dalamnya. Terbukti dengan berbagai lintas generasi, mulai yang muda hingga tua.
“Pernah waktu itu ada pak pos yang bantuin bagi nasi. Dan lucunya, dia masih pakai seragam tukang pos,” jelas Febry.
Tak hanya itu, komunitas ini juga mulai mmeperkenalkan dirinya lewat sosial media serta website. Mereka biasa menggunakan hashtag #semangatberbagi pada setiap postingannya di jejaring sosial. Para penggerak kegiatan ini juga menyebut aksinya sebagai “Gerakan Pemadam Kelaparan”.
Dewasa ini, Sebung tak hanya ada di Surabaya saja. Namun virusnya sudah menyebar ke beberapa kota di Indonesia seperti Bengkulu, Samarinda, Yogyakarta maupun Jepara.
“Awalnya dari obrolan mulut ke mulut. Ada anggota kami yang kebetulan punya teman dari luar kota ynag sedang berkunjung di Surabaya. Akhirnya diajaklah dalam kegiatan Sebung. Hingga akhirnya dia tertarik dan waktu pulang ke daerahnya ia juga mengajak teman-temannya melakukan gerakan yang sama,” ujar Febryan.
Sepenggal cerita mengharukan yang pernah dilampaui donatur saat berbagi nasi. Salah satunya adalah limpahan doa yang dipanjatkan oleh penerima nasi bungkus.
Komunitas ini terbuka bagi siapa saja yang ingin berbagi, caranya sangat mudah. Cukup datang pada pukul 21.00 di depan Perpustakaan kampus B Unair. Untuk update info mengenai komunitas Sebung Surabaya, bisa melalui akun media sosial dibawah ini:
Twitter : @sebung_SBY
Facebook : SebungSBY
Email : [email protected]
Website : www.sebungsby.org
(N/F: Elisa. Hilda)