Dongeng Untuk Negeri
Ajarkan Indahnya Berpancasila
Bagaimana menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat ? Boleh jadi kita hanya menerjemahkan Pancasila adalah hapalan dari sila-sila yang ada pada Pancasila, atau menjalani penataran P4 seperti pada zaman Orde Baru dulu.
Namun, bagi sutradara film yang juga budayawan Garin Nugroho dan musisi Franky Sahilatua memaknai Pancasila ternyata sedemikian luas dan indah, dalam penempilanya di Gedung Cak Durasim pada Senin (15/6) malam.
[MASUKKAN DUA ATAU TIGA PARAGRAF PERTAMA DI SINI]
Menerjemahkan Pancasila bagi keduanya bisa berarti pertemuan masyarakat gunung dan pantai di daratan flores, di mana terjadi pertukaran antara garam dan terung, ikan dan ketela. Sebuah kegiatan ekonomi yang tak butuh teori yang diimpor dari Barkley atau institusi pendidikan besar lainnya. Semua praktik kehidupan berjalan secara wajar, saling menguntungkan.
Menurut Garin, dongeng yang ia paparkan adalah media komunikasi alternatif ketika civic forum tak lagi dapat tempat. “Melalui dongeng ini dapat ditemukan nilai-nilai kebangsaan lewak kisah sederhana yang hidup di dalam masyarakat. Mulai dari masalah kepemimpinan, bencana, ekonomi rakyat hingga religiusitas,” tutur Garin.
Di tengah dongeng, Franky Sahilatua mendendangkan syair-syair lagunya yang dikenal sarat dengan tema sosial kemasyarakatan yang selama ini kerap dimainkan di panggung-panggung musik non-komersial.
Franky mengungkapkan berharap dongeng Pancasila dapat menjadi alternatif cara berkomunikasi dalam memberikan pendidikan kewarganegaraan kepada masyarakat. Terlebih, di tengah hiruk pikuk momen Pemilu dan Pilpres seperti saat ini.
“Ketika masyarakat politik terkikis oleh politik uang, citra, konsumerisme dan kekuasaan itu sendiri, yang justru semakin membuat masyarakat tak cukup respek pada nilai dasar seperti Pancasila karena hanya dianggap sebagai dongeng belaka,” ungkap Franky.
Pada setiap komposisi yang dimainkan Franky itu, Garin akan mengajak hadirin mendengarkan dongeng demi dongeng sesuai dengan tema lagu tersebut.
“Nilai kebangsaan dikomunikasikan berdasarkan perjalanan kedua sosok seniman ini lewat dongeng. Sebuah dongeng gabungan antara visi, pengalaman, emosi, empati dan cara berpihak terhadap masalah-masalah masyarakat,” terang Hanif Nasrullah satu diantara panitia. (Naskah/Foto : Qusnul Tauhid)