Ilustrasi: Instagram @bem_stikosaaws
Muhammad Iqbal Athallariq
Kandidat selanjutnya ialah Muhammad Iqbal Athallariq, yang kerap disapa Iqbal. Laki-laki berkacamata ini merupakan anggota ormawa Surabaya Muda (SM). Selain berkecimpung di Surabaya Muda, Iqbal juga pernah ikut kepanitiaan Opspek dan LKMM-TD sebagai divisi perlengkapan 2018 dan Koordinator Sie Ketertiban (SK) pada 2019. Pada tahun yang sama, ia mendaftarkan diri ke kabinet BEM 2019-2020. Ia menjabat sebagai Koordinator Departemen Informasi dan Komunikasi.
“Di SM ya nulis berita, bikin video, dan konten ala anak muda jaman sekarang. 2017 sampai 2019, aku memilih gabung dengan program Lifeshare. Aku juga pernah jadi Wakil Ketua Pelaksana Open Recruitment SM 2018.” Ungkap Iqbal.
Iqbal mencalonkan diri sebagai PresBEM dengan tujuan ingin lebih memperbaiki kekurangan di periode sebelumnya. Program kerja yang sebelumnya tidak ada, jadi diadakan di BEM selanjutnya. Ia juga menilai banyak dari mahasiswa mempertanyakan eksistensi BEM, terutama angkatan 2020. “Sebenernya BEM ini aktif apa enggak sih, apalagi angkatan 2020, yang belum pernah berinteraksi secara langsung. BEM kemarin bukan vakum sih, tapi ada hal yang lebih penting untuk dikerjakan, namun tidak bisa dikerjakan, apalagi kondisinya sedang pandemi,” ungkapnya.
Iqbal mengaku kalau kegiatan BEM tidak sepenuhnya didukung oleh Ketua AWS, hal itu yang mendasari beberapa program kerja BEM tidak terlaksana. Tidak hanya BEM yang merasakannya, beberapa ormawa juga ketika mengajukan kegiatan tidak semuanya disetujui. “Ketika nantinya sudah kepilih, aku pengen kalau ormawa ini harus aktif dan tidak bisa dibiarkan diam seperti ini. Aku juga gak tahu alasan Bu Prida selaku Ketua tidak menyetujui kegiatan ormawa ini apa.” Jelas Iqbal saat ditemui di Warung Unyil, Rabu(19/10).
Sedangkan dari segi mahasiswa, Iqbal ingin mahasiswa yang non ormawa bisa terbuka dengan BEM jika mempunyai keresahan. “BEM ini selalu terbuka lebar untuk seluruh mahasiswa AWS, kalau ada keresahan seperti masalah UKT, bisa langsung bilang ke BEM. Tapi, kebanyakan dari mereka itu gak mau ngomong, malah nggrundel di belakang,” ungkapnya.
Iqbal membawa visi Menjadikan BEM StikosaAWS yang bersinergi serta reaktualisasi dalam perubahan.
Sedangkan misinya terdiri dari tiga poin yakni :
1. Membangun internal BEM Stikosa AWS yang memiliki rasa solidaritas, profesional dan responsif agar berkontribusi secara maksimal.
2. Menjalin dan meningkatkan hubungan komunikasi dengan mahasiswa, organisasi, dan akademik.
3. Mewujudkan BEM yang adaptif dalam isu dan kebutuhan mahasiswa dengan cara menguatkan media aspirasi.
Pertanyaan pertama untuk calon kedua berasal dari Marcellinus Delang, terkait hal apa yang bisa dilakukan untuk membantu ormawa, jika Iqbal menjadi PresBEM. Iqbal pun berkata akan menampung semua aspirasi mahasiwa baik mahasiswa ormawa, dan non ormawa. Karena BEM sebagai wadah aspirasi dari mahasiswa dan ormawa. Kemudian bagaimana wadah tersebut dipastikan untuk mencapai tujuan dan target.
“Apakah ada rencana untuk menjalin relasi dengan BEM dari kampus lainnya?” lontaran pertanyaan selanjutnya datang dari Ismu Putra. Pertanyaan langsung dijawab oleh Iqbal, “saya ingin memperbaiki internal BEM dahulu, karena kalau sudah diperbaiki saya akan berusaha untuk menjalin dengan lainnya.”
Selanjutnya pertanyaan dari Kiki Evelin, apakah Iqbal dapat menjadi contoh teladan untuk mahasiswa Stikosa AWS. “Saya tidak bisa menjadi teladan bagi kalian semua. Saya di sini ingin mencalonkan sebagai PresBem, ingin mendengar keluh kesah dari mahasiswa maupun akademik, bisa kita sampaikan secara tepat, dan pastinya harus bisa mendapatkan jawabannya,” tutur Iqbal.
Teressa Gabriella juga ikut bertanya kepada kandidat kedua ini, jika Mas Iqbal terpilih apa kerja BEM yang akan diprioritaskan melihat situasi serta kondisi kampus dan mahasiswa sekarang? jawaban Iqbal kali ini singkat, jelas dan padat. “Menjadi media aspirasi bagi mahasiswa.”
Ketika Iqbal ditanya tentang kontribusinya untuk membangun atau menjalin komunikasi antara mahasiswa dengan pihak akademik, Ia akan mengadakan pertemuan mahasiswa dengan akademik yang dilakukan secara daring.
Sesi terakhir saat pemaparan visi misi kedua kandidat PresBEM pun tiba, audiens dipersilahkan untuk bertanya kepada kedua kandidat sekaligus. Pertanyaan pertama berasal dari pihak akademik, Suprihatin atau yang kerap disapa Titin. “Apa motivasi capres mencalonkan diri sebagai Presbem, mengingat semester 7 dan semester 8 akan menjadi semester yang cukup sibuk?” Dengan tegas kedua kandidat menjawab “Saya peduli dengan kampus.”
Teressa Gabriella pun mengajukan pertanyaan terkait prioritas kinerja atau program kerja (Proker) dan langkah konkritnya. “Jelas saya akan menguatkan internal terlebih dahulu, kemudian saya akan menguatkan literasi di Stikosa-AWS, yaitu sehubungan dengan Proker saya, mengadakan diskusi publik bersama mahasiswa Stikosa AWS,” jelas Inanda.
Jawaban yang berbeda dari Iqbal, Yang pasti saya menguatkan internal BEM dulu, serta harus memiliki rasa solidaritas, profesional, responsif. Langah kongkrit menjadikan BEM sebagai media aspirasi, agar semua civitas akademik mengetahui semua isu yang ada di dalamnya.
Mahasiswa angkatan 2020 pun turut hadir dan mengajukan pertanyannya tentang alasan untuk memilih salah satu dari kedua kandidat.
“Jika teman-teman pilih saya, pastinya saya akan usahakan apa yang akan dijalani dan diperbaiki,” singkat Iqbal.
Keunggulan saya berada pada misi ketiga dan keempat. “Saya akan menampung segala pedapat atau aspirasi mahasiwa yang ingin disampaikan pada akademik ataupun sebaliknya. Kami adalah BEM yang untuk menampung segala aspirasi mahasiswa,” ujar Inanda.
Pertanyaan selanjutnya dilontarkan oleh Rafil Naufal tentang bagaimana solusi BEM perihal keuangan ormawa yang sangat sulit keluar dari pihak akademik kerena kondisi keuangan yang susah cairnya, akibatnya kegiatan para ormawa jadi terhambat.
“Sampai detik ini, itu memang salah satu masalah yang cukup kompleks bagi kami mahasiswa dan ormawa AWS. Mungkin ini menjadi salah satu program utama jika saya terpilih, saya akan mencoba bernegosiasi kepada akademik. Untuk mengupayakan uang ormawa bisa cair minimal satu kali pencairan sebelum tutup buku,” jelas Inanda,
“Saya sebagai PresBEM akan mengusahakan dana tersebut agar bisa cair, yaitu berdiskusi dengan akademik agar kegiatan ormawa yang seharusnya bisa dilakukan dari pencairan dana tersebut, harus bisa cair. Tapi, saya tidak bisa memastikan 100%. Kerena yang punya jawaban pastinya ialah pihak akademik,” papar Iqbal.
Pertanyaan selanjutnya berasal dari Tika Arifin, apa yang akan anda lakukan jika dirasa pihak akademik kurang komunikatif, bahkan bersifat tertutup kepada mahasiswa. Padahal sejak awal kami sebagai mahasiwa diajarkan untuk menjadi mahasiswa yang harus komunikatif.
“Saya akan melakukan yang terbaik. Saya ingin diskusi bersama di dalam satu tempat, namun tetap dilakukan secara online, karena masih dalam keadaan pandemi,” ujar Iqbal.
“Saya harus bisa berdiskusi tatap muka dengan akademik bagaimanapun caranya. Minimal jika belum bisa bicara dengan Ketua, saya bisa berbicara dengan Waka III bagian kemahasiswaan, dan kalau belum bisa juga, saya akan berbicara dengan jajarannya terlebih dahulu,” ungkap Inanda.
Bella sebagai mantan PresBEM periode sebelumnya, bertanya perihal analisis Strenght, Weakness, Opportunity, Threats (SWOT) dari kondisi BEM yang sekarang. Dengan deskripsi masing-masing aspek secara konkrit.
“BEM tempat bernaung tertinggi di Stikosa – AWS, dengan begitu mahasiswa dapat mempercayainya untuk menaungi mahasiswa. Kelemahan utama ialah SDM, baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karena itu, seperti yang ada di visi misi saya, saya ingin menguatkan SDM terlebih dahulu. Kesempatan dalam BEM ini menjadi jembatan utama, entah sisi dari mahasiswa maupun akademik. Terakhir, ancamannya berhubungan dengan kelemahannya, bisa jadi SDM yang ada di BEM ini dijadikan ajang mencari tenar, jika mahasiswa AWS tidak mengetahui keadaan kampus,” jelas Inanda.
“Kalau dari saya, BEM saat ini memiliki kekuatan yang sangat dibutuhkan bagi mahasiswa dan akademik. Menjadi organisasi yang pastinya menjembatani antara mahasiswa dan akademik. Kelemahan BEM ialah, yang setiap tahunnya itu mempunyai anggota yang lebih sedikit. Maka dari itu BEM butuh mahasiswa yang lain untuk berganbung dengan kami, setidaknya ada perwakilan dari para ormawa. Kita juga memiliki kesempatan di BEM, informasi yang kita dapat juga banyak, namun tetap kita filter untuk disampaikan kepada teman-teman mahasiswa dan akademik. Untuk ancamannya, sepertinya kepercayaan BEM mulai turun, akan tetapi seiring berjalannya waktu pasti akan kembali,” seru Iqbal.
Pertanyaan terakhir dari Teresa Gabriella, apakah kedua kandidat mampu untuk bertanggung jawab atas semua hal yang telah diucapkan sebelumnya. Dengan serentak kedua kandidat menjawab, “Saya mampu untuk mempertanggungjawabkannya,” tutup kedua kandidat. (N: Sla)