Senja datang mentari pun tenggelam. Sementara aku masih terus berjalan menyusuri sebuah gang, gang impian para pria hidung belang yaitu gang Dolly. Sepanjang jalan mata terus memandang dan seakan tiada hentinya dimanjakan oleh pemandangan yang tersaji dari rumah-rumah kaca. Wanita cantik yang duduk diatas sofa merah dengan tubuh seksi dan sorotan matanya, seakan menggoda setiap pria yang ada untuk menjamahnya.
Namun ketika anganku terus melayang, akupun tersadar oleh sebuah lantunan adzan. Aneh rasanya suara adzan sangat nyaring terdengar, namun semakin ku mencari perlahan suara suci itu tak terdengar lagi. Rasa penasaran semakin tinggi, memanggil hati untuk beribadah ke Ilahi.
Seperti umat islam yang sedang melakukan tawwaf. Sudah hampir empat kali memutari Dolly, akhirnya aku pun berhenti dan memberanikan diri bertanya pada salah satu pelayan wisma, dari masjid mana asal adzan ini.
Pelayan itu dengan senang hati memberitahu letak Masjid tersebut, letaknya berada ditengah gang. Ternyata di lokalisasi yang konon terbesar di Asia Tenggara ada sebuah Masjid yang berdiri diatas tanah wakaf seorang mantan muncikari yang bernama Supri. Sebenarnya pada tahun 1985 mucikari yang insaf ini berniat membangun sebuah wisma namun urung dan akhirnya dibangun masjid At Taubah.
Sakit keras anaknya yang tak kunjung sembuh serta bisnis mulai bangkrut membuatnya berubah, dan seorang kyai menasihatinya agar membangun masjid atau mushollah. Mukjizat seakan berpihak kepadanya setelah mengikuti nasehat dari sang kyai, anaknya seketika sembuh dan akhirnya ia mulai meninggalkan dunia kelamnya. Akhirnya tahun 1987 tanah wakaf miliknya dibangun Musholla dengan nama Al-huda yang berarti petunjuk.
Setahun sudah Mushollah Al-Huda berdiri di tengah lokalisasi Dolly. Bangunan mushollah Al-Huda tidak terlihat seperti Mushollah pada umumnya, malah mirip rumah gubuk. Walau begitu tak menyurutkan sekitar 250 jamaah untuk datang beribadah setiap harike mushollah Al Huda.
Tapi tak sedikit warga yang menolak dengan adanya Mushollah Al-Huda yang menurut mereka menganggu karena Mushollah berada ditengah lokalisasi. ”Sudah pastilah ada pro dan kontra,” kata Ngadiman Wahab selaku ketua pengurus Masjid. Ia juga sempat merasakan lemparan batu. ”Dulu waktu saya mengimami sholat subuh, ada salah satu warga Dolly melempari Mushollah ini dengan batu. Untung saja tidak mengenai jamaah,” kenang pria yang akrab dipanggil pak Petrok ini.
Yang mengejutkan lagi adalah posisi hadap tempat imam memimpin sholat. Memang mimbarnya menghadap ke barat seperti kebanyakan Masjid atau Mushollah, namun siapa sangka bahwa di balik tembok yang membatas adalah kamar para wanita PSK untuk melayani para pelanggan mereka. Tapi tidak ada masalah bagi Petrok yang setiap hari menjadi imam, karena menurutnya sholat menghadap kebarat ke arah kiblat untuk menyembah Allah bukan menyembah kamar wisma mereka.
Karena jumlah jamaah semakin banyak dan sisa tanah yang masih luas, tahun 1987 pengurus Mushollah dan Supri sepakat untuk merenofasi menjadi masjid. Tanggal 17 Februari 1989, musholla Al Huda selesai direnofasi. Masjid tersebut diberi nama At Taubah oleh Alm. K.H Munawar Jailani yang berarti taubat. Jum’at 17 februari juga merupakan khutbah perdana sholat jum’at di masjid At-Taubah.
”Itulah mengapa dari mushollah yang diberi nama Al-Huda (petunjuk) hingga menjadi masjid dengan nama At-Taubah (taubat). Yang memilki arti bahwa seseorang yang mendapat petunjuk dari Allah hingga akhirnya dari petunjuk tersebut seseorang bisa bertaubat dan kembali ke jalan yang benar,” tambahnya.
Hampir 25 tahun At-Taubah kokoh berdiri dengan perubahan yang pesat. Kini masjid At-Taubah bisa berdiri dengan tiga lantai, lantai atas untuk TK berbasic Islamiah dan juga untuk TPA (Taman Pendidikan Al-qur’an) dimana para santri yang mengaji adalah warga yang ada di sekitar gang Dolly.
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, mungkin pepatah ini tidak berlaku bagi Dhimas salah satu anak pengurus wisma di gang Dolly. Meski ayahnya bekerja di area Dolly, namun Dhimas memperdulikan hal itu, ia tetap merelakan waktunya untuk mengurus dan setiap hari membersihkan masjid At-Taubah dengan suka rela. ”Aku tidak peduli bapak kerjanya dimana yang penting aku tidak ikut kerja di Dolly, aku ingin seperti mas ku jadi pengurus masjid,” jelas Dhimas pemuda berusia 18 tahun. Selain membersihkan dan mengurus masjid, Dhimas juga lah yang mengumandangkan adzan setiap lima waktu. N/F : Rochma/Gilang