Actasurya.com – Sejumlah petani perempuan Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, berkumpul di depan istana negara, Jakarta, untuk kembali melakukan aksi protes, pada Senin (4/9) pagi. Dalam aksi tersebut dihadiri oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) yang memprotes PT Semen Indonesia Tbk (Persero) tidak menaati hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Padahal KLHS tahap I itu, menyebutkan kawasan cekungan air tanah (CAT) di Watuputih tidak boleh ditambang sampai hasil KLHS tahap II dikeluarkan. Serta PT Semen Indonesia telah menyepakati perjanjian untuk tidak melakukan kegiatan penambangan di kawasan CAT.
Namun, perjanjian itu dilanggar oleh PT. Semen Indonesia, dan mereka tetap melakukan penambangan hingga menimbulkan kerusakan.
“Sejak April 2017 lalu, KLHS menyatakan kawasan CAT tidak boleh ditambang, tapi PT Semen Indonesia ngotot melakukan kegiatannya hingga menimbulkan kerusakan,” terang salah satu petani Sukinah.
Dalam aksinya itu, Jaringan Peduli Pegunungan Kendeng menuntut agar menghentikan kegiatan penambangan batu kapur dan ekspansi pabrik semen di pegunungan Kendeng.
Selain itu JM-PPK meminta agar PT Semen Indonesia melaksanakan hasil rekomendasi KLHS tahap I. Juga menginginkan peran pemerintah dalam mengusut tuntas pelanggaran hukum parib semen tersebut.
Sebelumnya, Mahkamah Agung memutuskan, lewat Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016 yang menyatakan secara jelas bahwa kegiatan/usaha PT. Semen Indonesia di Kabupaten Rembang melanggar hukum dan harus dinyatakan batal, berarti sudah menginjak hari ke-334 (11 bulan).
Artinya Putusan yang seharusnya menciptakan kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum ternyata mandul selama 11 bulan sejak diputus oleh Mahkamah Agung.
Akan tetapi, setelah adanya putusan tersebut ternyata tidak menghentikan PT. Semen Indonesia dan Gubernur Jawa Tengah untuk berhenti melakukan pelanggaran hukum. Setidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Seperti putusan MA yang tidak dilaksanakan oleh Gubernur Jawa Tengah dan secara serampangan di lakukan manuver oleh PT. Semen Indonesia sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Selain itu juga PT. Semen Indonesia tidak mematuhi proses KLHS yang sedang berlangsung. Serta PT. Semen Indonesia tidak mematuhi kesepakatan antara warga, KSP, KLHK Kem. BUMN dan PT. SI saat di KSP tanggal 20 Maret 2017 dimana PT. SI dan Kem. BUMN sepakat agar tidak melakukan operasi terlebih dahulu sampai KLHS selesai.
Acara yang dilakukan oleh petani Kendeng di depan Istana Negara ini akan terus belanjut hingga tuntutannya itu di kabulkan oleh Presiden Joko Widodo. Karena mereka menilai ketidakadilan dan ketidakpastian hukum merundung warga Rembang yang seharusnya dijamin oleh negara.
Naskah: Andhi Dwi | Foto: Dok. Kartini Kendeng