Actasurya.com – Akhir semester telah tiba, seperti pada umumnya universitas lain, bahwa hal ini menandakan waktunya bayar kuliah pun tiba, sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir semester dan mempersipkan bahan atau mulai mengumpulkan tugas-tugas dari pengajar.
Seperti yang mahasiswa lain ketahui ketika UAS, tidak sedikit dosen yang memberikan tugas kepada mahasiswanya untuk mengganti UAS tersebut, hal semacam ini biasa disebut oleh mahasiswa AWS sebagai ujian take home (membuat tugas di rumah). Tugas ini bisa dikerjakan baik secara individu maupun kelompok.
5 Desember 2019
Penugasan untuk ujian Akhir Semester mahasiswa Stikosa AWS dimulai pada tanggal 5 Desember 2019. Dosen pengampuh mata kuliah Investigasi Jurnalistik Dr. Dhimam Abror, B.Bus., M.SI. yang memberikan tugas kepada seluruh mahasiswa kelas pagi. Dari tugas yang diberikan banyak mahasiswa yang mempunyai topic pembahasan di luar kampus, namun berbeda dengan satu kelompok yang berisikan tiga orang ini. Kelompok ini berisi tiga mahasiswa yakni Jelita Sondang Samosir, Muttqiyah Rizqi, dan Katon Jelang Ramadhan K. yang lebih memilih isu dalam kampus Stikosa – AWS.
Setelah berembuk dan berdiskusi ketiga mahasiswa ini memutuskan untuk mengusut keganjilan yang mereka temukan pada Surat Keterangan Lulus (SKL) pada mahasiswa wisudawan 2019. Keganjilan ini merupakan ketidakcocokan gelar yang dicantumkan pada SKL dan halaman website Kementrian Riset dan Perguruan Tinggi.
11 Desember 2019
Langkah pertama yang diambil oleh kelompok ini yakni, mengunjungi LLDIKTI Wilayah VII dan menemui Adi Palupi selaku Kepala Kelembagaan. Dengan kecanggungan salah satu dari kelompok tersebut mulai mengajukan pertanyaan yang sudah mereka susun sebelumnya.
“Pakk per.. permisi pak mau wawancara..”
Sebelumnya sudah pasti kelompok tersebut memperkenalkan diri sebagai mahasiswa Stikosa – AWS. Setelah bertanya dan sudah menemukan jawabannya kelompok tersebut pergi dari ruangan Adi Palupi. Tanpa mengurangi detak jantung selama wawancara Adi Palupi kelompok tersebut langsung berpindah lokasi dan wawancara Sekretaris Panitia Seleksi Ketua Stikosa – AWS 2019 yakni Drs. Moch. Djauhari, M.Si.. Tidak sulit untuk menemuinya hanya tinggal datang ke ruangan LPPM Stikosa – AWS ketika itu.
Ketika berada di ruangan, kelompok ini pun mengajukan pertanyaan dan dijawab dengan seksama oleh Djauhari. Tak lama berselang mereka keluar ruangan dengan wajah pucat (tak tau di marah-marahin atau di intimidasi), walau begitu mereka merasa lega, karena telah mendapat konfirmasi.
12 Desember 2019
Tak puas dengan dua narasumber, kelompok tersebut kembali wawancara pihak Yayasan Prapanca. Ditemui saat selesai rapat Didik selaku Wakil Ketua Yayasan menjadi target wawancara. Percaya diri begitulah yang diandalkan kelompok tersebut, karena biar mendapat data yang maksimal wartawan harus menyetarakan diri dengan nara sumber tanpa mengurangi rasa hormat sedikitpun. Setelah wawancara Didik kelompok tersebut segera menulis data yang diperoleh.
15 Desember 2019
Demi memenuhi kaidah jurnalistik, dimana naskah berita harus cover both side, kelompok tersebut melayangkan pesan melalui seluler untuk meminta izin kepada Ketua Stikosa – AWS yakni Prida Ariani Ambar Astuti, S.Sos., M.Si., Ph.D.. Dua kali melayangkan pesan suler kelompok tersebut tidak mendapatkan respon positif dari Ketua Stikosa – AWS yang sebelumnya mereka langsung meminta ijin wawancara di ruangannya, namun ditolak.
“Yahh.. padahal tinggal konfirmasi sama ketua kelar sudah tugas kita. Tapi kenapa sampai sekarang masih belum ada tanggapan.. Hufttt…” celetuk salah seorang kelompok tersebut.
16 Desember 2019
Seketika terbesit pikiran untuk datang langsung ke ruangan ketua untuk menanyakan bagaimana tanggapan Ketua mengenai liputan yang sedang di kerjakan mereka ketika itu. Setelah sudah berada di depan ruangan beliau, tak disangka mereka harus menunggu dikarenakan ketua sedang bertemu dengan tamu. Seperti menunggu delay pesawat yang sampai berjam-jam akhirnya tamu tersebut keluar dari ruangan. Seketika, kelompok tersebut mencoba untuk meminta izin untuk liputan dan ingin mendapatkan konfirmasi. Mereka fikir akan berjalan mulus, tapi nyatanya mendapat penolakan dikarenakan ketua sedang berada di fase pusing dan juga repot.
18 Desember 2019
Sore itu, ketika sedang santai di kantin ehh kok tiba-tiba di panggil seseorang. Yang dimana dan tak bukan, yakni anggota Ikatan Alumni Stikosa – AWS (IKA) Jijay sapaan akrabnya, salah satu anggota kelompok tersebut menghampiri mereka. Dengan rasa terheran-heran mereka mendapat ceramah raboan (ceramah disini merupakan sebutan anak muda ketika dikasih arahan).
“Sudah lah gak usah dilanjut tugasmu, dimana dalam waktu dekat ini aja ada Akreditasi kampus, dari pihak akademik,” begitulah secercah ceramah yang bisa diambil hikmahnya.
19 Desember 2019
Di tanggal itulah, kali pertama kelompok tersebut dipanggil oleh akademik, tepatnya oleh Wakil Ketua 1, Nurtyasih Wibawanti Ratna Amina di ruangannya. Saat itu sudah duduk pula, dosen pengampu mata kuliah tersebut, Dimam Abror. Dalam pertemuan tersebut, Waka 1 membacakan memo intenal yang berisikan bahwa dua mahasiswa tersebut telah mencemarkan nama baik ketua dan melanggar Statuta.
“Sebenarnya ada apa sih kok liputan seperti ini aja di panggil oleh Wakil Ketua 1,” celetuk salah seorang kelompok.
20 Desember 2019
Pemanggilan terjadi lagi, namun pemanggilan ini dilakukan secara personal melalui Ratna Puspita Sari, S.Sos, M.Med.Kom. selaku Ka. Prodi. Pemanggilan ini bertujuan untuk liputan tersebut tidak disebar-luaskan kepada siapapun.
7 Januari 2020
Namun, wejangan yang diberikan oleh kaprodi tidak digubris oleh kelompok tersebut dan mereka sepakat bahwa tugas liputan investigasi ini harus di ketahui oleh warga Stikosa – AWS. Maka dari itu mereka berinisiatif untuk mengirim tulisan tersebut pada Lembaga Pers Mahasiswa Acta Surya.
8 Januari 2020
Tak berselang lama, kelompok tersebut mendapatkan undangan untuk menghadiri mediasi yang diadakan oleh pihak senat. Di dalam mediasi tersebut tidak mendapatkan jalan keluar namun hanya collecting data dan sisanya dicerca dengan pertanyaan yang menyudutkan (data ini diperoleh dari curhatan yang bersangkutan)
17 Februari 2020
Sebulan berlalu, dikira kasus tersebut sudah berakhir. Namun, nyatanya pada saat itu pamanggilan orang tua melayang melalui telefon seluler kepada dua orang yang terdapat pada kelompok (satu orang sudah dinyatakan mundur dari kelompok tersebut).
“Saya dosen dari Stikosa – AWS mengundang bapak/ibu untuk datang ke kampus guna membahas kuliah anak bapak/ibu belakangan ini,” cerita salah seorang dari kelompok tersebut
18 Februari 2020
Dua orang yang dibuat kebingungan oleh cara tim etis senat yang dibentuk karena kasus ini, akhirnya menghampiri akademik dikarenakan kasus yang menimpanya tidak perlu sampai untuk memanggil orang tua. Namun, niat mereka ditolak mentah-mentah oleh Wakil Ketua II Djauhari dan ia hanya meminta orang tua bukan mahasiswa.
“Saya itu mengundang orang tua kalian bukan kalian. Seperti saat saya diundang ke kampus anak saya, karna menentukan KRSnya, melalui telefon, saya datang,” ceritanya memberikan contoh yang sama sekali, tak sebanding dengan permasalahan yang terjadi.
19 Februari 2020
Di minggu yang sama, surat peringatan pertama pun melayang ke alamat rumah mereka dengan senang hati surat itu diterima oleh sang pemilik rumah.
“Saya dapat surat peringatan pertama yang akan mengingatkanku agar tidak macam-macam lagi. Jika macam-macam nanti saya akan di DO,” celetuk salah satu mahasiswi dari kelompok tersebut.
NB: tulisan ini saya tulis akan keprihatinan saya terhadap teman saya yang sampai saat ini psikologinya terganggu dan lebih memilih diam.
Penulis : Adi Atma