actasurya.com – Rambut ikal yang panjang sebahu serta kulit hitam langsat, merupakan identitas khas dari pria ini. Dia alumni Stikosa-AWS tahun 1992. Pria yang memiliki nama lengkap Noor Arief Prasetyo ini juga biasa dipanggil, Noor ‘Bandit’ Arief oleh teman-temannya.
Menjadi wartawan kriminal mungkin merupakan momok bagi sebagian orang, apalagi untuk wartawan baru. Sering mengunjungi kamar mayat, polsek, bahkan rumah sakit menjadi salah satu alasan bagi banyak orang, takut untuk mengambil profesi ini.
Sebelum menjadi wartawan kriminal, dia pernah menlakoni berbagai macam pekerjaan. Dia pernah bekerja sebagai tukang sablon, pelayan toko bangunan, pengetik skripsi bahkan mengecat kampus Stikosa-AWS pun ia lakoni. Akan tetapi hal itu tak membuat pria yang memiliki dua anak ini canggung untuk bekerja keras. Tekat dan kerja kerasnya selama ini terbayar sudah.
Tahun 1998 Arief mulai menata karirnya di radio Wijaya sebagai wartawan. Merasa tidak tertantang dengan profesinya di media radio, yang hanya melaporkan suasana lalu lintas dan demo yang sering terjadi saat Orde Baru kepemimpinan Soeharto. Akhir tahun 1998 menjelang tahun 1999, Arief memilih untuk berhenti dari media penyiaran dan beralih ke media cetak.
Tak menunggu waktu yang lama, Oktober 1999 ia diterima di salah media cetak yang cukup terkenal di Surabaya, Memorandum. Pria kelahiran Bojonegoro ini langsung ditugaskan di kriminal.
Tidak semudah membalikan telapak tangan untuk bisa memburu berita yang rananya kriminal. Tidak dihiraukan oleh narasumber dan polisi saat liputan, membuat ia kebingungan dan kesulitan untuk mendapatkan berita. Kesulitan itu semakin mendarah daging, ketika dia belum ada chanel sama sekali.
Namun, setelah 13 tahun ia menekuni profesi sebagai wartawan kriminal, kini ia sangat mudah dalam mendapatkan informasi serta banyak orang yang mengenalnya. “Kalau sekarang kerja jadi wartawan kriminal, ya sudah kayak kerja MLM (Multi Level Marketing, Red). Badan di sini tetapi pikiran ada di mana-mana dan banyak jaringan yang memberitahu,” tutur pria yang aktif di UKM Prapala semasa kuliah itu.
Menurut sudut pandang Arief, ketika bekerja di media harus siap ditempatkan di mana saja. “Sejak awal aku masuk di Memorandum, aku sudah ditempatkan di bagian kriminal dan sampai sekarang aku masih di kriminal. Kita harus siap ditempatkan di mana saja,” lanjutnya.
Pria berusia 38 tahun ini, menceritakan pengalaman menariknya ketika mengungkap kasus pembunuhan yang tragis. “Aku pernah meliput kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang wanita terhadap pria. Di mana wanita tersebut menguliti tepat di bagian alat vital pria tersebut dan dibentuk menyerupai celana,” tambah pria yang akrab dipanggil pakde di Prapala.
Di akhir wawancara, Arief menyarankan jika ingin menjadi wartawan selain harus memiliki mental yang kuat, kita juga harus memantapkan tujuan setelah lulus kuliah. “Kuliah harus diselesaikan dulu, tapi sebelumnya harus bisa terjun dilapangan. Sehingga setelah lulus dia sudah siap untuk kerja jadi wartawan,” tutup lelaki yang mengaku hoby berkebun ini.
naskah : Moch. Khaesar J.U | foto : Dok. pribadi
3 Komentar
he is my friend..bangga aq pada mu pak’de..teruskan perjuangan mu dulur
Arif, tetep dahsyat dan gondrong…
1. Matur nuwun setinggi awan untuk penghargaan yg diberikan.
2.Tetap semangat dan terus berkarya