actasurya.com – Tampangnya begitu depresi. Entah apa yang dipikirkan. Dengan langkah gontai, perempuan itu berusaha berjalan. Berjaket parka, dia menyusuri jalan lambat-lambat. Beberapa kali ia harus berhenti. Tujuannya, tak lain adalah sebuah rumah rumah. Sayup terdengar suara tangisan bayi. Buru-buru dia masuk rumah itu dan menemukan seorang bayi.
Segera dia membawa keluar bayi tak berpemilik itu. Tanpa arah dia terus berjalan. Dari satu sudut ke sudut lain. Hingga sampai di sebuah rumah yang tak dikenalinya. Ia tinggalkan bayi itu beralas jaket parkanya. Tak terduga, rumah itu tidak kosong. Nyatanya tinggal dua orang laki-laki, dan salah satunya adalah mantan pacar dari sang perempuan. Sang pria ingat betul itu jaket itu adalah milik dari perempuan yang pernah ditinggalkannya. Secercah harap muncul untuk mencarinya dan kembali bertemu.
Ini adalah penggalan film yang disajikan dalam PestaPhoria 23. Dengan mengambil judul “Parka”, film ini turut meramaikan acara nonton dan diskusi film-film pendek yang diselenggarakan oleh Duatiga Project, Sabtu (4/7) lalu. Acara yang dihelat di ruang Halle Wisma Jerman ini menyuguhkan sajian film pendek karya anak bangsa dari berbagai kota di Tanah Air.
Total ada 10 film yang diputar. Hanya saja, pemutarannya dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, terdapat lima film. Di antaranya, Masa Sih?, Parka, Doggy dan Kandangnya, Laki-Laki Virtual dan End chat.Sesi kedua, diisi dengan Simbiosis, Lyn, Parkir, Kok ke Mana? dan Vampire. Kesepuluh film ini memiliki genre yang berbeda. Dalam acara ini juga diisi dengan diskusi film yang telah diputar sebelumnya. Turut hadir para sineas pembuat film tersebut.
“Saya punya cerita, tapi biarkan penonton yang menginterprestasikannya sendiri.Karena menurut saya, ketika saya membuat film dan memberikan statement, mending saya buat tulisan aja nggak sampai ke film,” ujar Suwardi Aditya,sutradara film “Doggy dan Kandangnya”.
Kesepuluh film tersebut dibuat berdasarkan keresahan lingkungan sekitar dan kegelisahan para pembuatnya. Ada pula film yang mengangkat cerita mengenai masa pubertas para remaja, dikemas secara komedi.Namun tak menghilangkan kesan informatif yang ingin disampaikan oleh pembuat film tersebut. Film yang bersetting disebuah kelas ini berhasil mengundang gelak-tawa hadirin dan tak ingin beranjak dari kursi.
Sebenarnya, acara serupa juga telah digelar tahun lalu oleh Duatiga Project.Tidak jauh berbeda, hanya saja film yang diputar selalu mengalami perubahan tiap tahunnya. Ditambah tahun ini sudah menggunakan sistem donasi. “Sistem donasi ini bukan maksudnya mengkomersialkan, tapi kita juga menghargai para pembuat filmnya,” ujar Ayu, pembuat film “End Chat” ini.
Munculnya acara ini didasari oleh kecintaan para anggota Duatiga Project dalam dunia perfilman. Duatiga Project sendiri mulanya adalah sebuah production houseindependen. Berdiri sejak tahun 2012, awalnya Duatiga Project hanya membuat film dan menyuguhkan film tersebut kepada para anggota saja.Tapi dirasa kurang adil apabila hanya anggota saja yang menjadi penonton dari film yang mereka buat. “Akhirnya 2014 mulai deh bikin acara PestaPhoria ini.Jadi, penggemar film pendek juga bisa lihat,” lanjut Ayu, yang juga salah satu anggota Duatiga Project.
Dari sana, mereka mulai menayangkan film-film karya mereka dengan para penggemarnya dari kota-kota lain. Duatiga Project juga sering menghadiri acara pemutaran film. Selain itu, Duatiga Project juga mewadahi bagi para pembuat film yang ingin me-launching filmnya untuk pertama kali. “Kita juga mewadahi temen-temen sih, yang baru pertama kali buat film trus mau premier sama kita juga bisa,” paparnya.
Pengunjung yang datang pun tak hanya sekedar menikmati acara pemutaran film. Pada sesi kedua, pengunjung juga dapat menyaksikan penampilan spesial dari pianis asal Surabaya yaitu Vembriona. Acara yang juga dihadiri masyarakat ini, sangat antusias dengan acara itu. Acara ini juga bisa menjadi ajang sharing dan inspirasi bagi para filmmaker.
“Acaranya keren.Banyak film yang bisa jadi inspirasi aku buat film juga.Karena banyak dari temen-temen komunitas lain jadi bisa saling tukar pikiran mengenai film. Acara ini juga bisa memotivasi untuk produksi film lagi.Harapan aku buat acara ini, kalau bisa filmnya lebih banyak dan waktunya juga lebih lama,” ujar Novan, mahasiswa vokasi Unair Surabaya. (N/F: Galuh/Hilda)