ActaSurya.com – Kebebasan mimbar akademik di kampus kembali terancam. Kali ini diskusi yang diadakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Teropong, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), dibubarkan secara paksa oleh pihak aparat pada hari Rabu (9/10/2019). Diskusi yang mengusung tema mengenai Framing Media dan Hoaks, dengan Judul “Papua Dalam Perspektif Media Arus Utama” itu mendapat penolakan.
Hal ini bermula dari pihak keamanan kampus, mendatangi tempat diskusi meminta perwakilan dari pihak penyelenggara untuk menuju ke pos satpam. Mereka mengatakan jika penyelenggara sudah ditunggu oleh pihak Polisi, yang sedari tadi sudah berjaga di depan.
Fahmi Naufala Mumtaz, selaku Pimpinan Umum LPM Teropong kemudian mendatangi satpam keamanan dan polisi. Pihak dari Kasat Reskrim Polsek Sukolilo, menanyakan perihal subtansi pembahasan, serta perijinan diskusi oleh pihak penyelenggara.
Kata polisi, seharusnya elemen yang terkait dalam diskusi tersebut harus mempunyai izin dan lapor kepada mereka. Sebab, dalam lingkup area tersebut (Sukolilo), mereka memiliki tanggung jawab besar atas keamanan dan kondusifitas di daerah itu.
Pukul 18.18 WIB, LPM teropong sempat beragumen dengan pihak keamanan kampus di depan pos satpam. Lalu datang satu orang perwakilan dari Polrestabes Surabaya. “Pihak kampus ini beranggapan, bahwa kegiatan ini ilegal karena tanpa izin. Padahal, kami mengadakan diskusi di ruang terbuka bukan di kelas. Jadi kami memang terbiasa tidak memakai izin,” ujar Fahmi saat di wawancarai melalui via telepon.
Ia menambahkan bahwa pihak ke polisian berdalih, kalau mengadakan diskusi harus seizin keamanan kampus dan ke polisian biar bisa dipantau isi dan hasil diskusinya.
Dibubarkan Secara Paksa
Pada saat yang sama, saat diskusi berlangsung Naufal berucap, bahwa ia melihat dua orang berpakaian layaknya seperti mahasiswa pada umumnya standar perkuliahan dan menggenakan tas. Hal itu di tenggarai karena lagaknya hampir sama seperti mahasiwa hingga tak disangka bahwa dua orang itu adalah intel.
Pada pukul 18.30 WIB pihak kemahasiswaan menelepon satpam dan LPM Teropong, lalu menginstruksikan agar diskusi segera dibubarkan dengan dalih diskusi tersebut tidak berizin, serta mengundang pihak luar kampus.
“Memang dari dulu kami menggelar diskusi tanpa ada surat izin, dan itu baik-baik saja. Karena kami tidak memakai ruang kelas, maka dari itu kita tak pakai surat ijin. Namun sebelumnya sudah sering berdiskusi disitu tanpa izin dan pembubaran,” tuturnya.
Saat diwawancarai oleh pihak Acta Surya, alasan mereka mengapa tidak membuat izin untuk menggelar diskusi. “Karena kami rasa memang SOP untuk perizinan taman tidak kami temukan, dan kami rasa kampus memang sebagai ruang diskusi bagi mahasiswa,” katanya.
Namun diskusi kali ini membuat birokrat kampus kaget, karena banyaknya pihak ke polisian mulai dari Polda Jawa Timur, Polrestabes Surabaya hingga Polsek Sukolilo datang ke tempat diskusi yang diadakan oleh LPM Teropong.
Selepas kejadian tersebut pihak aparat meminta nomer telepon anggota LPM Teropong dan mengajak foto hingga menanyakan hal yang bersifat privasi. Kemudian pada pukul 18.45 WIB lokasi diskusi disterilkan oleh pihak keamaan kampus.
“Kita sempat ada perdebatan, anggota LPM Teropong berpencar dan saat satpam mensterilkan tempat diskusi, ada satu orang yang kami curigai dari pihak aparat yang membantu mensterilkan,” imbuhnya.
Lantas diskusi tersebut yang awalnya di dalam kampus, disepakati oleh penyelenggara dan peserta agar tetap berlangsung dan berpindah lokasi di luar kampus. Tepatnya berada di Bundaran ITS.
Hal tersebut, membuat pihak Direktorat kampus. Memberi instruksi kepada Presiden BEM PENS melalui grup whatsapp yang berisi pimpinan organisasi mahasiswa dan Direktorat kampus, untuk membubarkan kelembagaan LPM Teropong.
“Kami sudah dibubarkan oleh Direktorat kampus, tapi hanya secara lisan. Tidak ada surat resmi yang menyatakan LPM Teropong dibubarkan,” tegasnya. (Alf,Luq)