actasurya.com – Gunung Penanggungan yang terletak di Mojokerto dan Pasuruan ini merupakan saksi bisu peninggalan zaman Hindu-Budha. Banyak peninggalan pra-sejarah seperti candi-candi dan beberapa Arca yang ditemukan. Gunung Penanggungan terletak di sebelah utara Gunung Arjuna. Gunung ini memiliki ketinggian 1.653 meter di atas permukaan laut. Selain itu juga memiliki jalur pendakian yang sangat terjal.
Tercatat pada 1951, Van Romondt meneliti situs purbakala di Penanggungan dan menemukan sekitar 81 buah tinggalan purbakala yang sebagian besar berbentuk punden berundak-undak. Tidak hanya Romondt yang terpesona dengan gunung yang dianggap suci ini, W.F Sutterheim pun meneliti langsung situs purbakala yang ada di lereng gunung.
Dari penelitiannya itu, dia menyimpulkan bahwa dahulu kala, punden berundak-undak yang jumlahnya puluhan itu berhubungan dengan tradisi pemujaan nenek moyang. Menurutnya, hal itu disebabkan oleh konsep religi (Hindu-Budha) Indonesia yang menganggap gunung sebagai tempat tinggal para leluhur yang sudah meninggal.
Jika dari Kota Surabaya ke Gunung Penanggungan, memakan waktu kurang lebihnya 3 Jam memakai kendaraan roda dua. Setibanya di sana, pendakian pun dimulai. Untuk menaklukkan medan Gunung Penanggungan ini membutuhkan waktu 3 jam. Medan bebatuan yang terjal, terkadang berlumpur pun mengiringi pendakian kami.
Sesekali sapaan pendaki yang lainnya pun membuat langkah kami semakin bersemangat. Tak jarang pula kita saling bertegur sapa dengan pendaki yang lain. Mereka ada yang berasal dari Jombang, Jember, bahkan ada yang sengaja datang jauh-jauh dari Medan.
Matahari di siang itu sangat terik. Membuat rombongan kami berlima beristirahat sejenak. Setelah kami rasa cukup, maka kami melanjutkan kembali pendakian.
Medan tampak semakin menanjak terjal. Siang itu tepat pukul 14.00 WIB, di tengah pendakian, kami berlima menemukan hal yang tak wajar. Terdengar jelas alunan gamelan jawa yang mengiringi nyanyian sinden. Awalnya kami berlima menghiraukannya. Akan tetapi seolah suara tersebut mengikuti langkah kami menuju puncak.
Hingga pada akhirnya kami memutuskan untuk berhenti sejenak. Saat itu juga pandangan kami tertuntun pada satu ekor ayam hutan yang melintas tepat di depan kami.
Saya sendirian pun tergoda mengikuti langkah ayam hutan itu. Akan tetapi, setelah lima langkah, ayam tersebut menghilang dengan sendirinya. Kemudian muncul aroma harum seperti Bunga Kenanga. Aroma itu nampak jelas dan sangat menyengat setelah ayam tadi menghilang.
Saya pun masih penasaran dengan menghilangnya ayam itu. Anehnya di sekitar kami saat itu tidak ada satu pun tanaman yang berbunga.
Langkah kaki kami untuk menaklukkan tanjakan curam tak terhenti di situ saja. Lalu kami berlima malanjutkannya kembali. Walaupun medan semakin terjal dan berbatu.
Sekitar pukul 14.30 WIB, akhirnya kami telah sampai di puncak bukit bayangan. Sudah ada belasan tenda milik pendaki lain yang sudah terpasang. Kami pun bergegas mencari batang kayu sebagai tiang penyangga tenda. Karena kekompakan kami, tenda pun dapat berdiri kokoh.
Saat menjelang fajar terbenam, suhu dingin merasuk hingga tulang rusuk. Jaket yang tebal seperti tak ada artinya. Kayu bakar persediaan yang tadinya akan dibuat api unggun, namun tak terpakai. Karena saat itu juga hujan turun sangat deras. Tak hanya itu, kilatan petir yang menggelegar disertai sapuan angin yang sangat kencang membuat kami tak berkutik di dalam tenda. Semuanya menjadi tak sesuai dengan rencana.
Sekitar satu jam kemudian, Badai itu terasa semakin kencang. Tenda kami pun terombang ambing. Kami hanya bisa berdoa dan berusaha memperbaiki pasak tenda yang lepas karena hempasan angin. Hujan ini pun terjadi sampai sekitar pukul 02:00 dini hari.
Setelah hujan reda, kami berlima melanjutkan perjalanan untuk menuju ke puncak Gunung Penanggungan. Langkah demi langkah kami lalui. Dalam perjalanan kami tak bertemu dengan satu pun pendaki yang lain. Semakin mendekati puncak, angin semakin kencang. Medan juga semakin terjal dan berbatu.
Perjalanan sedikit terganggu karena beberapa dari kami berkali-kali tergelincir. Berawal dari kekompakan lagi, membuat kami berlima sampai di puncak Gunung Penanggungan dengan selamat. (N/F: Hilda/Wawan)