actasurya.com
  • HOME
  • BERITA
  • FEATURES
    • TOKOH
    • SENI & BUDAYA
    • GAYA HIDUP
  • OPINI
  • SASTRA
    • PUISI
    • CERPEN
  • PHOTOGRAPHY
  • E MAGAZINE
  • REDAKSI
Facebook X (Twitter) Instagram
TRENDING
  • Mahasiswa Stikosa AWS Membersamai UMKM Kampung Kue Rungkut Surabaya Untuk Melek Digital
  • Hari Ibu Jadi Momentum RTIK Surabaya Kenalkan Teknologi AI untuk Pemasaran Digital
  • Berani Berbisnis: Mahasiswi Inspiratif Seimbangkan Pendidikan dan Usaha
  • Peringatan Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional 2024 dengan Pameran dan Orasi Kemanusiaan di Unair
  • Aksi Darurat Demokrasi di Surabaya, Buntut Kontroversi RUU Pilkada
  • Tolak RUU Penyiaran, Koalisi Masyarakat dan Pers di Surabaya Gelar Aksi
  • Laboratorium Jurnalisme di Kampus Wartawan
  • Bangun Kemampuan Berbicara Depan Umum, UKM Surabaya Muda Gelar Pelatihan Public Speaking
Facebook X (Twitter) Instagram
actasurya.com
  • HOME
  • BERITA
  • FEATURES
    • TOKOH
    • SENI & BUDAYA
    • GAYA HIDUP
  • OPINI
  • SASTRA
    • PUISI
    • CERPEN
  • PHOTOGRAPHY
  • E MAGAZINE
  • REDAKSI
actasurya.com
Home»BERITA»Klarifikasi Kuasa Hukum dan Anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
BERITA

Klarifikasi Kuasa Hukum dan Anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)

redaksiBy redaksi4 Desember 2018
Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

Actasurya.com – Insiden aksi ratusan mahasiswa Papua yang memperingati Papua Merdeka pada Sabtu (01/12) dengan turun ke jalan di Surabaya, kemudian diwarnai dengan penghadangan oleh kepolisian dan penyerangan oleh belasan ormas. Sementara itu, pada malam harinya, Minggu (02/11), 233 mahasiswa yang sedang berada di asrama diamankan oleh puluhan personel Brimob yang memadati depan asrama dengan peralatan lengkap, petugas linmas dan satpol PP juga ikut mengamankan lokasi Jalan Kalasan, juga terlihat massa ormas Pemuda Pancasila dengan atribut khas yang dikenakan.

Atas kejadian tersebut, Veronica Koman selaku Kuasa Hukum Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Alince Tekege anggota AMP, dan Fatkhul Khoir sebagai koordinator Kontras Surabaya mengklarifikasi atas kejadian yang dialami oleh ratusan mahasiswa Papua. Veronica pun mengatakan jika menyadari sesuatu, bahwa ormas menggunakan pendekatan yang salah terhadap orang Papua.

“Jadi ormas kan berpendapat bahwa kalau saya tidak salah, bahwa ormas teriak NKRI tapi tidak lama usir Papua. Jadi yang mana? Ini kontradiksi. Apakah dengan mendiskriminasi dengan lempar pukul sampai berdarah-darah, mengepung, apakah itu akan membuat orang NKRI? Malah membuat orang Papua menjadi antipati dong,” kata Kuasa Hukum AMP, Senin (03/11).

Menurut Veronica, terdapat dua cara yang salah dalam pendekatan ormas dan pemerintah pusat kepada Papua. Veronica mengatakan, jika mungkin dengan caranya menghargai kebebasan berpikirnya ormas, tetapi diajak refleksi.

“Apakah itu sudah pendekatan yang benar? Juga terkait pemerintah pusat juga yang pendekatannya menurut saya salah. Jadi pemerintah melakukan pendekatan dengan cara pembangunan untuk Papua, padahal akar konflik di Papua bukan itu. Menurut hasil riset  LIPI, akar konflik di Papua itu yang sejarah integrasi Papua masuk ke Indonesia tahun 1960an itu,” jelasnya.

Maka dari itu, orang Papua termasuk AMP meminta referendum sebagai solusi demokratis. Itulah yang menjadi akar konflik, ketika Veronica mengatakan dengan mengutip LIPI.

“Jadi untuk menyelesaikan konflik harus ke akar konflik, ini pemerintah pusat pakai jalan putar ini, pakai pendekatan pembangunan. Saya bilang, kalau pun Presiden Jokowi membangun gedung tertinggi di dunia, di Papua pun itu tidak akan meredam konflik,” ujarnya.

Kuasa Hukum AMP mengatakan, jika hal itu lah yang menjadi kesalahan pendekatan, baik ormas maupun pemerintah pusat. “Agar situasi ormas yang memang mau menggandeng, mengajak diskusi jangan dimaki, dirangkul bukan digebukin,” ucapnya.

Sementara itu, Alice Tekege anggota AMP mengatakan, dengan mewakili teman-temannya, jika tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan ormas saat itu yang secara massal.

“Sebenarnya kita ini kan bersaudara tidak ada masalah, di antara kita sebenarnya inikan negara demokrasi, jadi setidaknya setiap kali kita di manapun, kita mau menyampaikan aspirasi, biarkanlah, berikanlah kita ruang untuk beraspirasi,” jelas Alice.

Karena menurut Alice, kejadian seperti ini tidak hanya satu kali, tetapi sudah sering terjadi dan sampai sekarang. Pun dirinya mengharapkan dan menginginkan, agar pihak penegak hukum untuk memberikan ruang kepada warga Papua yang mau beraspirasi.

“Inginnya supaya nanti ke depan ketika mungkin tidak hanya di Surabaya, dari mana saja yang mau menyampaikan pendapat, kasih kita ruang bebas aman kan itu aman kan kegiatan saja,” tutupnya. (N/F: Esti)

#arifin #papua #sejarahpapua #mahasiswa #fachri #acta surya #actasurya.com
Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
redaksi
  • Website
  • Facebook
  • X (Twitter)
  • Instagram

Related Posts

Mahasiswa Stikosa AWS Membersamai UMKM Kampung Kue Rungkut Surabaya Untuk Melek Digital

5 Juli 2025

Hari Ibu Jadi Momentum RTIK Surabaya Kenalkan Teknologi AI untuk Pemasaran Digital

23 Desember 2024

Berani Berbisnis: Mahasiswi Inspiratif Seimbangkan Pendidikan dan Usaha

6 September 2024

Leave A Reply Cancel Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

NAVIGASI
  • IKLAN
  • E MAGAZINE
  • TENTANG KAMI
  • ATURAN PENGGUNAAN
  • ARSIP
  • KONTAK
JEJARING KAMI
Tweets by actasurya
Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
  • IKLAN
  • E MAGAZINE
  • TENTANG KAMI
  • ATURAN PENGGUNAAN
  • ARSIP
  • KONTAK
© 2025 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.