actasurya.com – Film Istirahatlah Kata-Kata resmi tayang pada hari ini, serentak di 15 kota besar Indonesia, Kamis (19/1/2017) malam.
Di Surabaya sendiri, film bergenre drama dan biography ini diputarkan di XXI Tunjungan3. Istirahatlah Kata-Kata berkisah tentang sosok Wiji Thukul, penyair kritis terhadap ketidakadilan pada era penguasa Orde Baru. Puisi-puisi Wiji lugas dan selalu diteriakkan dalam demonstrasi-demonstrasi melawan rezim.
Film garapan Yosep Anggi Noen itu dibintangi Gunawan Maryanto, Marissa Anita, Melanie Subono, Eduwart Boang Manalu dan Dhafi Yunan. Pihak Produsen film Mengajak Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) Jawa Timur, untuk mengkoordinir kawan-kawan aktivis yang hendak menonton bersama pada momentum kali ini.
Masyarakat Surabaya terlihat antusias dengan ludesnya tiket dua kali pemutaran di jam yang berbeda. Bahkan sampai harus ada yang kecewa karena tak kebagian tiket. “Ini adalah semangat teman-teman dengan diputarnya film seperti ini di bioskop umum,” cakap Sukiswantoro, Koordinator IKOHI Jawa Timur.
Sukiswantoro mengungkapkan diputarnya film ini bertujuan untuk mengingatkan kepada masyarakat, juga pada negara bahwa kasus penghilangan paksa, dan pelanggaran hak asasi manusia di negeri ini belum ditangani dengan benar. “Ini bentuk apresiasi kita, bahwa kita masih merawat ingatan,” tukasnya.
Supporter klub Persebaya, Bonekmania pun turut serta dalam pemutaran film Istirahatlah Kata-Kata di kesempatan kali ini, bagi mereka biografi sosok Wiji Thukul tentang Perjuangan dan Kemanusiannya mampu memberi inspirasi.
Selain di Surabaya, film ini juga diputar di beberapa kota besar lainnya, yakni Jakarta, Bandung, Bekasi Yogyakarta, Denpasar, Pontianak, Semarang, Solo, Tangerang, Kupang, Medan, Purwokerto, Mojokerto dan Makassar.
Berdurasi 97 menit, film ini menceritakan paska Juli 1996, pecah kerusuan di Jakarta, Wiji Thukul dan beberapa aktivis pro-demokrasi ditetapkan sebagai tersangka pemicu kerusuhan. Wiji lalu melarikan diri ke kota Pontianak. Selama hampir 8 bulan di Pontianak, Wiji tinggal berpindah-pindah rumah bahkan tinggal bersama dengan orang-orang yang sama sekali belum dia kenal.
Wiji mengawali pelariannya dengan ketakutan, karena status baru menjadi buronan. Namun, Wiji tetap menulis puisi dan beberapa cerpen dengan menggunakan nama pena lain. Wiji juga berganti identitas untuk mengelabui administrasi negara, tercatat Wiji menggunakan beberapa nama di dalam pelariannya.
Ada kata-kata Wiji yang begitu mendalam dalam filmnya: “Menjadi diri sendiri, adalah tindakan subversi di negeri ini.” (N/F: Farid)