Tokoh hanoman ikut hadir dalam parade Surabaya Vaganza yang berlokasi di jalan Tunjungan Surabaya, Minggu (24/03).
Actasurya.com – Parade Surabaya Vaganza kembali meriahkan Kota Pahlawan dengan tajuk ‘Puspawarni’, salah satu serangkaian acara dari Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-726. Pemilihhan tajuk ‘Puspawarni’ merupakan penggabungan dua kata, yakni ‘puspa’ dan ‘warni’. Puspa artinya bunga dan warni merupakan corak atau rupa yang beraneka ragam, dan diharapkan keragaman seni dan budaya Ibu Pertiwi dapat bersinar di mancanegara.
Diikuti 40 mobil hias, 37 komunitas lintas budaya, mahasiswa, pelajar, grup drumband dan warga Surabaya. Acara dibuka oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dan diberangkatkan pukul 08.00 WIB, start di Jl. Tugu Pahlawan, Jl. Keramat Gantung, Jl. Gemblongan, Jl. Tunjungan, Jl. Gubernur Suryo, Jl. Panglima Sudirman, Jl. Urip Sumoharjo, finish di Jl. Raya Darmo tepatnya di SMAK Santa Maria.
Tepat di Lokasi rute ke dua, yakni Bambu Runcing, warga Surabaya tampak antusias, karena sudah memadati jalan mulai pukul 07.00 WIB untuk menyaksikan serangkaian HJKS yang jatuh pada tanggal 31 Mei.
Perwakilan dari tiap Sekolah Negeri pun turut memeriahkan acara ini. Seperti SMP Negeri 18 Surabaya, berkonsep karakter boneka sebagai kostum pilihan yang berbeda dengan konsep bunga, mempunyai makna tersendiri untuk warga Surabaya.
“Mewakili warga Surabaya, jadi menuju kebahagiaan warga Surabaya, karna mau menuju ke 726 harus bahagia,” kata Budi Santoso, guru Seni Budaya SMPN 18, Surabaya, saat ditemui pada pawai parade bunga, Minggu (24/3).
Tak hanya itu saja, beberapa peserta tergabung dalam komunitas luar Surabaya, yakni Mahasiswa Lampung, Surabaya dan Himpunan Mahasiswa Maluku Barat Daya. Membawa adat dari masing-masing daerah pada acara pawai Surabaya Vaganza 2019.
Mengenakan kostum adat dari berbagai suku Indonesia, juga ide peserta parade bunga tahun ini yang tetap membawa asal-usul dari masing-masing daerah. Salah satu mahasiswa dari Barat Daya beserta rekannya yang mengikuti parade, menampilkan tarian dengan baju adat dari asalnya.
“Untuk adatnya dan tarian yang digunakan namanya tanam jagung, soalnya masyarakat disana mayoritas petani jagung, jadi mahasiswa dari maluku barat daya itu berkumpul dari beberapa kampus, ITATS, UNTAG, UNAIR, dan UKDC. Jadi semua mahasiswa disana namanya kumpulan Mahasiswa Barat Daya,” ujar Dewi Bela peserta Parade Budaya dan Bunga dari Barat Daya.
Salah satu pengunjung asal Sidoarjo, Kristiana yang datang bersama dua anaknya mengatakan, bahwa acara ini juga berguna untuk mengenalkan keragaman budaya Indonesia kepada anak-anaknya. “Acara ini sudah cukup bagus, sekaligus berguna untuk mengenalkan budaya kepada anak kita. Seperti pakaian adat dari daerah maluku, kan itu baru bisa dilihat secara langsung di parade budaya dan bunga,” tutupnya. (N/F: hni/sla)