Poster beberapa tuntutan dari para buruh, terpajang di pagar besi pembatas Depan Gedung Grahadi. Pada Rabu (1/5).
Actasurya.com – Matahari kian meninggi menyinari Kota Pahlawan. Di depan Gedung Grahadi, nampak para buruh se-Jawa Timur yang tergabung dalam beberapa aliansi ini merayakan May Day, atau yang akrab dikenal dengan sebutan Hari Buruh Internasional. Semuanya melebur menjadi satu kesatuan, tak terkecuali para Aliansi Mahasiswa yang turut andil dalam memperjuangkan hak-hak para buruh. Rabu (1/5).
Waktu tepat menunjukan pukul 12.00 WIB. Kejadian bermula dari sekitar 120 massa yang menamai dirinya sebagai Aliansi Barisan Rakyat Anti Penindasan (BARA API) dan Front Mahasiswa Nasional (FMN) melakukan longmarch, dari Jalan Tunjungan hingga Taman Apsari. Sesampainya di lokasi, massa kemudian duduk bersama dan melakukan orasi.
Namun, orasi belum sampai berakhir. Mereka justru mendapat hadangan dari pihak kepolisian yang mengenakan pakaian preman. Ia datang menyerbu massa aksi dan menarik TOA yang sedang digunakan orasi oleh Arief ketua FMN Surabaya.
Melihat kemunculan kelompok massa yang mengenakan hoodie serba hitam dengan penutup wajah itu, Polisi berseragam lengkap tersebut kemudian langsung memperingatkan mereka untuk melepaskan slayer, buff, hingga penutup kepala yang dikenakan.
“Siapa kalian ini, dari mana. Pake penutup wajah lagi,” ujar Kasat Binmas Polrestabes Surabaya yang diketahui bernama Kompol Fathoni.
Matahari sedang terik-teriknya, lewat pengeras suara, Fathoni terus mengatakan kepada para aliansi mahasiswa ini untuk membuka semua penutup kepala. Lelaki berbadan tegap itu pun meminta agar segera bubar dengan tertib. Karena ia mengklaim, jika mereka tak mengantongi surat izin dalam kegiatan kali ini. “Ayo bubar baik-baik, kalian ini jangan cuma ikut-ikutan. Dalam hitungan lima menit, jika tidak dicopot cadarnya. Maka akan kami bubarkan,” tegasnya.
Aliansi mahasiswa Bara Api dan FMN, akhirnya dipukul mundur oleh pihak kepolisian. Akan tetapi, Polisi dengan pakaian preman itu mencoba memaksa merebut bendera-bendera yang dikibarkan oleh beberapa mahasiswa. Namun bendera dapat dilindungi oleh massa aksi. Tak hanya itu saja, Polisi juga berhasil merebut paksa atribut tuntutan berupa banner sejumlah lima buah. Tak ayal, paksaan segera mundur, membuat mereka akhirnya menuju tempat aman untuk melakukan konsolidasi ulang.
Waktu menunjukan sekitar Pukul 14.00 WIB. Jl Gubernur Suryo kembali dipenuhi massa aksi, dengan mengenakan kaos berwarna merah bertuliskan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dengan membawa beberapa tuntutan yang dilayangkan. Namun mereka tak sendirian, dibelakangnya diikuti oleh aliansi mahasiswa yang menamakan dirinya sebagai Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Laskar Mahasiswa Republik Indonesia (LAMRI). Mereka berbondong-bondong menuju ke Depan Gedung Grahadi.
Selang beberapa menit kedatangan, massa aksi BARA API melakukan koordinasi kepada KASBI, GMNI, LAMRI, untuk ikut bergabung ke dalam barisan. Tanpa berdebat panjang, mereka kemudian diizinkan untuk bergabung dalam koordinasi. Kelompok BARA API yang dipimpin oleh Arief, mahasiswa Teknik Kelautan ITS itu langsung menuju barisan.
Massa aksi terus dihadang oleh pihak kepolisian, sesampainya di depan Gedung Grahadi. Beberapa aliansi ini kembali dihadang oleh aparat kepolisian dengan sigap. Tak tahu permasalahannya, Arief yang pada saat itu memegang bendera FMN langsung dirangkul dan diseret keluar barisan, oleh polisi. Lantas mereka langsung membawanya masuk ke dalam Gedung Grahadi.
Pada saat bersamaan nampak juga rekan sesama aliansi mahasiswa yang diketahui bernama Rizky mahasiswa PENS tahun 2016, berusaha mendokumentasikan kejadian serta mengadvokasi agar Arief tak dibawa. Naas, justru ia malah ikut diseret ke dalam gedung oleh pihak kepolisian.
Hari menjelang sore, orator meninggikan suaranya hingga terdengar keras dari sound yang diletakan di atas truck berwarna kuning itu. Pihak KASBI dan massa aksi melakukan komunikasi dengan pihak kepolisian. Ia berusaha menuntut agar rekannya yang ditahan segera dibebaskan. Akan tetapi, pihak kepolisian justru membuat barikade di depan Gerbang Grahadi.
“Mereka hari ini ikut ke jalan, karena ingin turut serta membantu ketidakadilan yang masih dialami para buruh sampai sekarang. Tapi belum sempat menyuarakan aspirasinya, mereka sudah dihantam diam oleh aparat,” jelas Azizul Amri dari FMN.
Amri juga menambahkan, jika hal berpendapat itu sudah diatur dalam undang-undang. “Padahal hal berpendapat sudah jelas diatur dalam ayat 3 pasal 28E UUD 1945. Tapi kenyataannya suara kami dibungkam tanpa ada kejelasan. Apakah seperti ini wajah demokrasi bangsa kita,” tutupnya. (N/F: luq)