actasurya.com – Setelah setahun vakum, Teater Lingkar Stikosa-AWS akhirnya menggelar agenda besar tahunannya, Malam Sastra, Sabtu 13/8/16, malam. Bertajuk Selaksa Rindu, yang berarti sepuluh ribu tahun merindu. Malam itu, mereka seakan menuntaskan rindu yang tertunda beribu-ribu tahun lamanya.
“Ini adalah malam yang sangat penting, semoga bisa memenuhi ekspektasi,” ujar Jenik Maulidina, atau Getas, selaku Ketua Pelaksana. Saat memberikan sambutan, sebagai penanda Malam Sastra telah dibuka.
Tepat pukul 20.00 malam, lapangan parkir Stikosa-AWS telah dipenuhi penonton. Acara dimulai dengan temaram sorotan lampu, lalu 2 anggota Teater Lingkar muncul memperagakan gerakan dan lompatan lincah, bak dua petarung yang saling beradu. Mereka memainkan tarian bernuansa kontemporer.
Pertunjukan dilanjutkan oleh angkatan Alang-alang Teater Lingkar. Melalui medium performence art, mereka menyindir kebiasaan bersolek yang kian marak disekitar kita. Mereka berpesan bahwa suatu hal yang berlebihan tidaklah baik termasuk alasan untuk apa dan untuk siapa merias diri. “Dasar village!” Umpatan salah satu aktor dalam lakon tersebut, riuh tawa penonton pun menyambutnya.
Tak sampai disitu, penonton kemudian dibius dengan pembacaan puisi essai bernada satir berjudul Siapa Bilang Sejarah Tak Bisa Dimatikan, yang ditulis dan dibacakan oleh Syarif Tebo Wadjabae, salah seorang alumni Teater Lingkar yang turut meramaikan panggung seni Malam Sastra.
Acara ini juga diramaikan oleh awak Teater-Teater Kampus Se-Surabaya yang turut tampil. Diantaranya Teater Amukti Wijaya dari Universitas Wijaya Kusuma, Teater Geo dari Universitas Adibuana, dan Teater Sanggar Satria dari Universitas Muhammadiah Surabaya, sebagai pengisi acara.
Di puncak acara, ada Illumi Performence Art yang membawa penonton ke nuansa misterius. Audience yang hadir di acara malam itu pun diajak terlibat dalam pementasan, dengan melempar serbuk putih kearah wajah ke dua aktor. (N/F: Farid)