Diskusi Publik merupakan salah satu program kerja Lembaga Pers Mahasiswa Acta Surya yang diadakan setiap tahun. Diskusi publik tahun 2021 ini mengangkat tema tentang pelecehan seksual di kampus dan bertajuk “Diancam, dibungkam, lalu memilih diam”. Diskusi yang diadakan di Unicorn Jln. Rungkut Industri Kidul, nomer 17 ini, dilaksanakan pada Jum’at 07 Januari 2022 dengan menghadirkan beberapa narasumber diantaranya, Karolin Rista (Dosen Psikolog Universitas 17 Agustus 1945), Titik Suharti (Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya), dan Andreas Wicaksono (Anggota AJI Surabaya). Acara yang dihadari oleh beberapa mahasiswa, orang media hingga masyarakat sipil ini diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi gawat pelecehan seksual di Indonesia khususnya menyangkut mahasiswa.
Acara yang berlangsung selama tiga jam ini diawali dengan pemutaran video vox pop tentang pendapat masyarakat umum mengenai pelecehan seksual, lalu diteruskan dengan sambutan dari Ketua Pelaksana Diskusi Publik dan Pemimpin Umum Acta Surya 2020/2021. Kemudian acara dilanjutkan dengan diskusi. Untuk sesi pembicara 1 dibawakan oleh Karolin Rista dengan materi “Perlindungan Kampus Terhadap Mental Penyitas”, setelah itu para peserta melakukan sesi tanya jawab ke- 1 yang telah diadakan oleh panitia. Lalu, dilanjutkan lagi dengan sesi pembicara 2 yang dibawakan oleh Andreas Wicaksono dengan materi “Sikap Media Menyikapi Kasus Pelecehan Seksual” kemudian dilanjutkan lagi dengan sesi tanya jawab ke-2.
Sebelum dilanjutkan sesi diskusi ke-3, para audiens dihibur oleh Wara-Wara Projek dengan menampilkan musikali puisi. Kemudian, acara dilanjutkan dengan diskusi pembicara 3 oleh Titik Suharti yang membahas“ Relasi Kuasa Dalam Pelecehan Seksual” dan dilajutkan ke sesi tanya jawab ke-3. Kemudian ditutup dengan penyerahan cinderamata kepada narasumber dan diakhiri sesi dokumentasi.
Dosen Psikolog Universitas 17 Agustus 1945, Karolin Rista, S. Psi., M. Psi menyampaikan apresiasinya kepada seluruh panitia dan lingkungan kampus yang telah menyiapkan acara diskusi publik tentang pelecehan seksual ini dan ia juga mengutarakan agar masyarakat tidak lagi hanya berdiam diri tetapi berani speak up untuk meliat masalah ini lebih detail.
“Saya mengapresiasi karena memang saatnya kita tidak lagi hanya berdiam diri saja tapi berani speak up untuk meliat masalah ini lebih detail mulai dari penyebab nya lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi nya atau bahkan apa yang harus kita lakukan kepada korban, jadi ini diskusi yang sangat baik karena sudah tidak lagi hanya sekedar duduk diam tapi berani untuk speak up,” katanya.
“Pasti akan terjadi diskusi yang sangat menarik dari berbagai macam sudut pandang dari teman-teman pers, dari teman-teman kampus, psikolog, ilmu hukum, sehingga kita akan bisa meliat permasalahan ini dari sudut pandang yang jauh lebih beragam dan jauh lebih kompleks sehingga wawasan kita akan jauh lebih bertambah,” imbuhnya.
Selain itu, hal sama disampaikan oleh Titik Suharti yakni dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Ia berpendapat bahwa perang terhadap kekerasan seksual sudah ditabuh dan tema yang diangkat dalam diskusi kali ini dapat dibahas dan ditindaklanjuti.
“Tema yang urgent untuk dibahas dan ditindaklanjuti. Perang terhadap kekerasan seksual sudah ditabuh. Permenristekdikti sudah menabuh genderang perang terhadap kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi,” ujarnya.
Sementara pandangan dari Andreas Wicaksono salah satu anggota AJI Surabaya ini, Pers mainstream maupun media kampus selayaknya membangun membangun literasi masyarakat akan bahaya Kekerasan Seksual.
“Pers baik itu pers mainstream maupun media kampus tidak bisa menunggu duren jatuh. Jika tidak ada korban yang speak up, bukan berarti tidak ada kasus. Maka yang bisa dilakukan pers adalah membangun literasi masyarakat akan bahaya KS (Kekerasan Seksual). Karena siapapun berpotensi menjadi korban bahkan menjadi pelaku. Kekerasan Seksual tak menyasar jenis kelamin tertentu,” kata andreas
Andreas juga menambahkan jika Pers sangat penting untuk memahami psikologi korban dan tidak mengorbankan korban dalam pemberitaan dengan bahasa, gambar, maupun penelusuran yang melebar.
“Sangat penting bagi pers untuk memahami psikologi korban. TIdak mengorbankan korban dalam pemberitaan dengan bahasa, gambar, dan penelusuran yang melebar dan tak penting perlu dijaga pers. Upaya itu membantu korban sekaligus mengedukasi masyarakat. Kekerasan Seksual adalah kejahatan kemanusiaan karena trauma yang ditinggalkan sulit hilang. Maka pengungkapan Kekerasan Seksual oleh pers tak boleh lekang oleh waktu,” tambahnya.
Tak hanya itu, menurut Frisila Ayu selaku ketua pelaksana juga berharap acara Diskusi Publik tahun 2021 ini bisa berjalan dengan lancar, meskipun dilaksanakan di tengah pandemi.
“Semoga acara bisa berjalan dengan lancar, selain itu kami juga tak luput menerapkan protokol kesehatan. Semoga acara dispub kali ini juga dapat memberikan manfaat,” ucapnya.