Actasurya.com – Sekolah Tinggi ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa – AWS), di awal tahun 2020 semenjak pelantikan Prida Ariani Ambar Astuti sebagai ketua baru periode 2019 – 2023, mahasiswa merasakan banyaknya perubahan kebijakan dan peraturan dari tahun lalu.
Seperti perampingan struktural, mulai dari pergantian satpam dan penghapusan dispensasi yang dilakukan oleh Wakil Ketua Dua (Waka II), Moch. Djauhari yang mengurus keuangan, hingga ketatnya peraturan yang diberlakukan kepada mahasiswa, dosen dan karyawan.
Hal tersebut, serupa yang dipaparkan Prida saat pelantikan ketua Stikosa – AWS. Bahwa ia memiliki beberapa program kerja dalam empat tahun ke depan, diantarnya melakukan perubahan kestrukturan dan pembenahan peraturan. Dalam pemaparan visi misinya pada (13/08) tahun lalu, Prida memiliki visi “Menjadikan Stikosa – AWS sebagai sekolah tinggi yang memiliki reputasi nasional di bidang ilmu komunikasi.”
Sebelumnya, sebagian besar pengajar Stikosa-AWS berasal dari praktisi media yang telah meraih gelar Doktor bidang komunikasi. Akan tetapi saat ini, satu –persatu para praktisi tersebut, mengundurkan diri dari jabatannya. Terhitung sampai sekarang, dosen yang telah keluar berjumlah 3 orang dan tak lagi mengajar di kampus wartawan pertama di Surabaya ini.
Tanggapan Ketua Yayasan
Menanggapi hal tersebut, Imawan Mashuri selaku ketua Yayasan Pendidikan Wartawan Jawa Timur (YPWJT) mengatakan, setiap pergantian akan berhadapan dengan keadaan penyesuaian. “Proses itu sedang berjalan, kami berharap sampai pada titik yang baik. Sampai pada normal yang baru,” ujarnya.
Mengenai peraturan keuangan, Yayasan setuju dengan langkah tertib admininstrasi, karena langkah tersebut menurutnya dapat memajukan fasilitas dan mengembangkan pembangunan yang belum terealisasi.
Saat ini, Imawan tak banyak menyoroti perihal pemilihan ketua Stikosa – AWS, ia lebih fokus kepada visi-misi yang dibawa oleh Prida, karena pada saat ini kampus membutuhkan percepatan kemajuan lewat penertiban admininstrasi.
“Yayasan berharap, semua mendukung upaya pimpinan untuk percepatan kemajuan, “ Harap Imawan.
Tanggapan Ketua Stikosa – AWS
Saat reporter Acta Surya mencoba menemui ketua yang baru pada Selasa (25/02) siang diruangannya. Namun, pihaknya menolak dan memberikan perjanjian, jika bisa ditemui di hari Senin tanggal (01/03). Seminggu kemudian, kami mendatangi untuk kedua kalinya, namun terhalang oleh agenda rapat sang rektor. Dikesokan harinya, saat hendak menemui untuk ketiga kalinya, kami mendapat surat dari seorang staf Stikosa – AWS yang berisi perintah, untuk mengirimkan pertanyaan ke alamat email kantor Stikosa – AWS dan ditulisnya nomor handphone dirinya.
Tak berhenti disitu, saat kami telah mengirim pertanyaan ke alamat yang dituju, namun alamat tersebut tidak terdaftar dan mencoba mengkonfirmasi melalui nomer yang diberi. Setelah itu, Prida memberikan alamat email pribadinya dan segera kami kembali mengirimkan daftar pertanyaan dan mengkonfirmasi lagi.
Walau belum mendapat konfirmasi, kami akhirnya mencoba sekali lagi menemui Prida diruangannya, pada Kamis (05/03) siang. Tetapi saat ditemui, pihaknya tak mau berkomentar dan pergi, sebelum sempat kami tanyakan. Hingga berita ini naik, pertanyaan tersebut tak pernah terjawab dan pihaknya tak mau dikonfirmasi.
Tanggapan Waka II
Namun berbeda yang disampaikan oleh Djauhari selaku Wakil Ketua II. Mengenai keuangan, ia beranggapan bahwa seharusnya mahasiswa mendukung perubahan-perubahan yang terjadi di Stikosa – AWS dan jangan sampai menimbulkan suasana yang tidak kondusif.
“Kepemimpinannya masih jalan beberapa bulan dan belum menunjukkan hasil dari perubahan. Ibarat baru dilantik bulan desember, akhir Desember sampai petengahan Januari baru masuk dari liburan sekolah kan, dan saya baru menjalani pekerjaan ini di awal bulan Februari, belum nampak perubahan sama sekali kan.” papar Djauhari saat ditemui di ruangan Waka II.
Ia menambahkan bahwa dalam perubahan itu, dinding bangunan yang kotor akan dicat ulang, genting yang bocor akan dibenahi dan lahan belakang kampus yang belum pernah tersentuh akan di paving agar terlihat tidak kumuh, serta berencana akan adanya filterasi kolam di depan kampus agar tidak menimbulkan bau lagi.
“Saya berencana jika ada dana yang mencukupi, kolam di depan kampus itu airnya akan di filter, dan diberi semacam jembatan atau dibuat seperti tempat lesehan agar mahasiswa bisa main disana, dan papan pengumuman yang ada dibawah itu dipindah ke atas agar tidak terlihat kumuh, niat saya baik agar mahasiswa selesai belajar bisa melihat pengumuman itu langsung tidak ter abaikan,” harapnya.
Saat disinggung soal penertiban kebijakan kampus yang baru, Djauhari menginginkan agar dosen bisa melayani mahasiswa lebih maksimal, karena pada kepemimpinan sebelumnya mahasiswa merasa dirugikan dengan ketidak disiplinan waktu karyawan dan dosen.
“Kalau dulu, peraturan ada tapi tidak dijalani, kalau sekarang peraturan ada dan diterapkan seperi dalam buku pedoman aturan statuta yang baru, hal itu menyempurnakan yang dulu,” bandingnya.
Menanggapi aturan dispensasi, Djauhari tidak mau ambil pusing, karena menurutnya hal itu baik bagi kemajuan kampus kedepannya. Agar tak ada lagi keterlambatan pembayaran, kampus membuat kebijakan kepada mahasiswa, untuk segera melunasi pembayaran dua bulan sebelum ujian.
“Dalam dispensasi, diberikan aturan kalau semester lalu, dalam jangka Januari dan Februari harus sudah dilunasi, jika kurang dalam 1 bulan tidak apa-apa, jika kurang 2 atau 3 bulan tidak dikasih dispensasi,” terangnya. Jika ditanya mengenai keluarnya beberapa dosen saat ini, Djauhari menanggap, jika keluarnya praktisi lama yang bergelar doktor, tidak ada pengaruhnya dengan akreditasi “karena kampus butuh 2 doktor juga sudah cukup,” imbuhnya.
Tanggapan Dosen
Menurut Fajar. A. Isnugroho sebagai praktisi media yang pernah mengajar di Stikosa – AWS ini, melihat bahwa pembenahan peraturan dan kebijakan terdapat ketidaksinkronan antara peraturan dan pelaksanaannya. Sehingga menimbulkan reaksi dari beberapa dosen yang menganggap kebijakan Prida tidak proporsional.
Hal ini berdampak, pada keluarnya beberapa dosen. Namun pengunduran para dosen ini pun belum diputuskan semua karena masih tertahan di Yayasan, jika benar-benar diputuskan untuk mundur. Hal ini akan mempengaruhi kurangnya pengajar yang berkompeten di Stikosa AWS.
Dalam pengunduran dirinya, ia menjelaskan tak ada kaitannya dengan pelantikan ketua Stikosa-AWS yang baru, karena ia sudah niat mengundurkan diri sejak akhir 2018.
“Saya mengundurkan diri, karena saya sadar bahwa saya sebagai dosen tetap dan dibayar full tetapi saya tidak banyak hadir di kampus, akhirnya yah saya mengundurkan diri, ” ungkapnya.
Saat diminta pendapat mengenai kinerja ketua yang baru, ia mengatakan bahwa tidak bisa menilai, karna mantan ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur (KPID Jatim) ini sudah tak di kampus, semenjak Prida menjabat. Namun menurutnya, mestinya pemimpin baru harus bisa melanjutkan apa yang kurang dari kepemimpinan sebelumnya dan melakukan pembenahan untuk kemajuan Stikosa – AWS.
“Menurut saya harus perlu komunikasi sesama dosen dan yayasan juga penting karena Yayasan sebagai bapak atau orangtua yang menjaga. Kebijakan yayasan juga penting, apa sih keresahan-keresahan dosen. Menurut saya, institusi pendidikan itu harus melayani mahasiswa sebaik-baiknya, jangan sampe yang dikeluhkan itu mahasiswa. Saya itu kawatir akan berdampak pada mahasiswa,” khawatirnya.
Menurut Sirikit Syah, kebijakan kampus ketua aws saat ini terasa lebih tertib dan tegas dalam setiap peraturan yang diberlakukan.
“Lebih tertib sih, misalnya check lock jam 08.00-16.00, lima hari seminggu. Ini memang untuk karyawan, kalau untuk dosen yang tugasnya tidak administratif, seperti ini bisa mematikan kreativitas dan kiprah. Jadi seperti katak dalam tempurung,” Ujar Sirikit syah, mantan pendiri SCTV Jawa Timur.
Wanita umur 60 tahun ini, berharap agar Stikosa dipimpin oleh pimpinan yang mengutamakan dosen yang memiliki kompetisi dan dedikasi dan juga dikelola secara lebih professional agar melahirkan lulusan yang handal di industri media dan kehumasan.
Tanggapan BEM
Menanggapi adanya 100 hari kerja ketua baru, Zalzabilla Nadya Ardiani selaku ketua Presiden BEM (PresBEM) Periode 2019-2020 melihat bahwa sampai saat ini, ketua baru masih memiliki janji dengan pihak BEM dalam menyelenggarakan sebuah forum bersama BEM “Kemarin bu prida menjanjikan akan mendukung program-program BEM, tapi sampai saat ini, beliau belum bisa menepati janjinya,” paparnya.
Sebagai ketua PresBEM, Benk panggilan akrabnya, ingin ketua yang baru sekarang bisa lebih mengerti mahasiswanya dan mendukung program BEM sebagai pearantara antara mahasiswa dengan akademik.
Tanggapan Mahasiswa
Mengenai kebijakan ketua yang baru, salah satu mahasiswa beranggapan, jika seharusnya mahasiswa harus menyesuaikan dengan pemimpin baru. Seperti yang disampaikan oleh Yuliana, “Memang sistem Pak Ismojo berbeda dengan Bu Prida. Namun ini masih dalam tahap penyesuaian. Bu Prida juga belum satu tahun menjabat, jadi ini masih proses pembaruan sistem. Seperti. dulu saat keluar dg motor tidak terlalu diminta STNK, namun sekarang saat keluar, harus menunjukkan STNK. Dulu ada aturannya cuman tidak dilaksanakan. Namun sekarang diperketat lagi,” papar mahasiswi kelas malam ini.
Namun berbeda, dengan tanggapan seorang mahasiswa yang tak mau disebutkan namanya, “Tolong dibenahi itu kinerjanya, tidak pernah sekalipun separah ini, kinerja yang amat buruk. Dan ternyata banyak kepalsuan yang terjadi tidak hanya dari latar belakang beliau yang tidak jelas dan banyak sekali yang ditutupi oleh yayasan,” ujar mahasiswa semester 6. (N/F: Max, Frs/Website Stikosa – AWS.)