actasurya.com
  • HOME
  • BERITA
  • FEATURES
    • TOKOH
    • SENI & BUDAYA
    • GAYA HIDUP
  • OPINI
  • SASTRA
    • PUISI
    • CERPEN
  • PHOTOGRAPHY
  • E MAGAZINE
  • REDAKSI
Facebook X (Twitter) Instagram
TRENDING
  • Kemeriahan Parade Juang, Semangat Pahlawan Terpancar di Jalan Surabaya
  • Stikosa-AWS Photo Week 2023: Peringatan Isu Lingkungan Lewat Fotografi
  • Dibalik Gunung Anyar Yang Memiliki Potensi Alam
  • Stikosa-AWS dan YDSF Adakan Workshop, Tingkatkan Kreativitas Menulis dan Memotret
  • Pelantikan Ketua Stikosa-AWS 2023-2027, Siap Tambahkan Program Studi Baru
  • Mahasiswa Stikosa-AWS Gelar ‘Wani Lokal’ Gandeng Pelaku UMKM di Surabaya
  • Delapan Mahasiswa Stikosa-AWS Peroleh Bantuan Biaya Riset hingga UKT dari Beasiswa BRIN
  • “Atas Nama Tanah Pakel” Kilas Balik Bentuk Perlawanan Warga Pakel Mencari Keadilan
Facebook X (Twitter) Instagram
actasurya.com
  • HOME
  • BERITA
  • FEATURES
    • TOKOH
    • SENI & BUDAYA
    • GAYA HIDUP
  • OPINI
  • SASTRA
    • PUISI
    • CERPEN
  • PHOTOGRAPHY
  • E MAGAZINE
  • REDAKSI
actasurya.com
Home»PROFILE»Sosok di Balik Alang-alang
PROFILE

Sosok di Balik Alang-alang

redaksiBy redaksi2 Juni 20092 Komentar4 Mins Read
Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

Mengenakan kaos singlet dan sehelai kain panjang yang membalut pinggang, Didit Heru Purnomo bercerita tentang dirinya.

Teras rumah bernuansa etnik berkolaborasi dengan ukiran pada pilar penyangga yang dilengkapi dedaunan disekelilingnya, membuat sejuk suasana kediaman Didit Hape. Terlahir di lingkungan seni, membawanya terjun dibidang serupa. Pria yang lebih suka disapa Om Didit itu dikenal sebagai seniman, budayawan sekaligus reporter senior TVRI (Televisi Republik Indonesia) Jawa Timur. Ditambah kegiatannya mengelola sanggar Alang-alang yang berdiri sejak 10 silam.
Sejak kecil anak pasangan Suwandi Singo Saputro dan Safu’ah ini bergelut dalam dunia seni. Khususnya teater dan sastra. Bakatnya dalam bidang teater terasah dari bimbingan pamannya, Emil Sanosa. Ia sering berlatih teater di sanggar HSBI milik pamannya. Kala itu Emil berprofesi sebagai manajer dan penyiar radio. “Disitu saya juga dipercaya untuk memegang jalannya suatu pementasan, jadi sekaligus belajar jadi sutradara,” tutur pria asli Yosowilangun, Lumajang itu.
Bakatnya dalam dunia satra tampak ketika ia menginjak bangku Menengah Atas. Penggemar moge (Motor Gede) itu sempat menjadi juara pertama lomba baca puisi (deklamasi) tingkat kabupaten Lumajang selama tiga tahun berturut-turut. Selain itu, ia menjadi pioner berdirinya mading (majalah dinding) pertama SMA Negeri 1 Lumajang yang bernama Dialogia.
Bakat menulisnya berbuah manis. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas, ia mendapat dukungan dari gurunya untuk melanjutkan pendidikan ke Akademi Wartawan Surabaya tahun 1975. Selanjutnya, mantan redaksi Acta Surya itu melamar sebagai karyawan TVRI saat menginjak tingkat tiga. “Waktu itu Om Didit ngalamar bersama teman-teman. Dari lima anak yang ikut cuma Om Didit yang diterima,” aku pria 57 tahun pada 14 September nanti.

Perjalanan Karir di TVRI
Bapak tiga anak itu terpaksa meninggalkan kuliahnya ketika ditugaskan di TVRI Jakarta selama dua tahun. Selain reporter, ia bertugas sebagai kameraman, sutradara, produser dan MC. Seiring berdirinya stasiun TVRI biro Jawa Timur, tahun 1980 ia ditarik kembali ke Surabaya.
“Setiap saat menjelang deadline, kita selalu dibuat deg-degan. Karena waktu itu proses produksi dilakukan secara manual. Sehingga memerlukan waktu lama, disamping itu dituntut untuk on time dalam menyampaikan berita, kita hanya bersaing dengan waktu, karena saat itu TVRI satu-satunya stasiun televisi yang ada di Indonesia,” jelas suami Budha Ersa ini.
Pria yang identik dengan kalung dilehernya itu mengaku suka dengan hal-hal unik. Contohnya ketika ia menciptakan program acara ‘Rona-Rona’. Program acara berita ringan itu membawanya mengunjungi Osaka, Jepang. Ditahun 1996, ia diundang NHK (salah satu televisi Jepang) sebagai delegasi Indonesia dalam pertemuan insan pertelevisian se-Asia. “Selain karena kesuksesan acara, mereka mengundang Om Didit karena Om Didit dapat bekerja merangkap di berbagai bidang, sebagai reporter, kameraman dan produser sekaligus. Karena waktu itu Jepang sudah merumuskan wacana penghapuskan spesialisasi kerja. Jadi reporter bisa jadi kameraman dan sebaliknya. Begitu juga untuk bidang yang lain,” jelasnya.

Lahirnya Sanggar Alang-alang
Pada 16 April 1999, reporter senior itu mendirikan sanggar alang-alang. Ia merangkul anak terlantar untuk dilatih dengan berbagai keterampilan. Seperti Siti dan Dayat yang sempat mengikuti acara idola cilik di RCTI.
Anggapan anjal (anak jalanan) sebagai penyakit sosial dan sampah masyarakat yang mengganggu ketertiban serta keindahan kota tidak berlaku bagi Didit Hape. “Sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1, bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Menurut saya pada kenyataannya hal tersebut tidak terlaksana baik. Selama ini pemerintah masih mengurusi para tenaga kerja,” tukas anak kedua dari empat bersaudara itu.
Anak-anak yang kurang beruntung disebutnya dengan sapaan Anak Negeri. Ia berharap kedepan tidak ada lagi anjal yang masih berkeliaran di jalanan kota. “Begitu miris jika melihat anak-anak usia dini bekerja dijalanan untuk menyambung hidupnya,” tutur kakek satu cucu ini. Ia menambahkan, ingin menghapus anggapan masyarakat tentang status anak jalanan yang identik dengan kekerasan.
Ia berharap sanggar alang-alang miliknya dapat memiliki tempat sendiri. “Selama ini kita masih ngontrak, jadi saya ingin punya tempat sendiri buat anak-anak, disamping harga sewa tempat yang terus naik tiap tahunnya,” ujarnya diakhir wawancara.
(Naskah/Foto: Subagus Indra)

Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
redaksi
  • Website

Related Posts

Penuh Perjuangan, Sasa Tetap Optimis Capai Mimpi

13 April 2021

Waldan, Penulis adalah Pengabadian

26 September 2020

Hiliyah, Pedagang Kecil di Tengah Corona

24 April 2020

2 Komentar

  1. Hendro D. Laksono on 13 Juni 2009 18:32

    Sip!

    Reply
  2. best background check on 4 Mei 2013 11:04

    That the next time I read a weblog, I actually hope who’s doesnt disappoint me approximately this
    one. I mean, I identify it was my option to read, then again When i
    thought youd have something intriguing to convey. All I
    hear is really a few whining about something you to could
    fix when you werent too busy looking for attention.

    Reply

Leave A Reply Cancel Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

NAVIGASI
  • IKLAN
  • E MAGAZINE
  • TENTANG KAMI
  • ATURAN PENGGUNAAN
  • ARSIP
  • KONTAK
JEJARING KAMI
Tweets by actasurya
Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
  • IKLAN
  • E MAGAZINE
  • TENTANG KAMI
  • ATURAN PENGGUNAAN
  • ARSIP
  • KONTAK
© 2023 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.