Actasurya.com – Menindak lanjuti keresahan mahasiswa mengenai adanya kebijakan baru dispensasi yang harus lunas 80 persen. Kamis (11/7), reporter Acta Surya mempertanyakan hal tersebut kepada Mas’ud Sukemi selaku PK II.
Ia mengatakan bila kebijakan DPP dan SPP seharusnya sudah dilunasi selama satu semester dan hal tersebut sudah tercantum di buku panduan akademik, serta telah dijelaskan saat Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB). “Seharusnya DPP itu sudah lunas satu semester, tapi masih banyak yang menunggak hingga dua sampai tiga tahun dan lebih dari batas waktu,” ujarnya.
Mas’ud mengatakan jika peraturan pembayaran DPP dan SPP serta peraturan 80 persen terdapat di buku panduan akademik, tetapi saat dilihat oleh reporter Acta peraturan pelunasan 80 persen itu tidak ada hanya terdapat peraturan batas waktu pembayaran DPP yang tertulis.
Mengenai tak adanya sosialisasi peraturan ini, salah satu karyawan keuangan mengatakan bila seharusnya hal ini tidak perlu di sosialisasikan karena hal tersebut bisa membuat mahasiswa Stikosa-AWS banyak yang mengajukan dispensasi. Pelunasan administrasi 80 persen syarat mengikuti UAS ini hanya tertulis di bagian keuangan saja dan seharusnya tidak diperbolehkan pengajuan dispensasi, karna peraturan pembayaran SPP diangsur selama dua kali dalam satu semester atau diangsur setiap bulannya.
Syarat mengikuti UAS mahasiswa diwajibkan untuk melunasi pembayaran SPP sebelum UAS berlangsung hingga bulan Agustus. Tetapi terdapat mahasiswa yang hanya bisa membayar di bulan Juli saja saat UAS, ia memperolehkan pengajuan dispensasi itu, “boleh saja dispensasi tetapi harus bayar spp sampai bulan Juli,” jelas PK II.
Namun terdapat mahasiswa yang tak bisa mengajukan dispensasi karna ditolak oleh karyawan keuangan, tetapi mahasiswa tersebut sudah melunasi hingga bulan Juli dan disetujui atau ditanda tangani oleh Mas’ud. Ia menanggapi hal tersebut dengan mengatakan jika dari keuangan hanya memberi akhir batas waktu pembayaran yang dimajukan saja. “Kalau dari keuangan itu memberi tambahan waktu, untuk selanjutnya agar dilunasi,” tambahnya.
Sebelum perihal ini terjadi, pihak dari keuangan mengaku telah memberi surat pelaporan, mengenai kekurangan administrasi mahasiswa dua bulan sebelum UAS melalui pos. Namun dari mahasiswanya sendiri yang tak kunjung membayar atau menyicil kekurangan biaya tersebut.
Dari keresahan mahasiswa tersebut, Puasini Apriliyantini selaku PK III berpendapat bila kejadian ini bermula dari melihat kakak tingkat yang bisa dispen dan hal itulah yang membuat generasi selanjutnya meniru, sampai sekarang menjadi budaya. “mereka mencoba-coba mendengarkan, kalau kakak tingkat saya bisa, teman saya bisa dan akhirnya jadilah seperti itu,” ujarnya.
Bila ditanya mengenai solusi dari kejadian ini, ia menyampaikan. “mereka resah karena belum memenuhi kewajibannya, bila ditanya solusi, ya itu kembali ke anaknya mbak, untuk menyadari dirinya sendiri,” tutup April.(N/F: jla/fdl)