actasurya.com – Jarum jam menunjukkan pukul 07.20. Suasana sepi dan tenang masih menyelimuti sepanjang Jalan Bendul Merisi Tengah, Surabaya. Tak banyak yang berlalu lalang. Hanya nampak sejumlah orang tengah melakukan olahraga ringan sembari menikmati sinar sang surya menghangatkan pagi itu.
Di kawasan itu, ada salah satu rumah yang ternyata digunakan sebagai museum. Sepintas dari bangunannya, rumah tersebut terlihat seperti rumah pada umumnya. Panjang bangunan sekitar 4 meter serta lebar 3 meter.
Nampak dari luar, pemilik rumah sengaja memamerkan beberapa kompor lawas yang masih menggunakan bahan bakar minyak tanah. Rupanya kompor-kompor itu menyimpan banyak kenangan dalam hidup pemiliknya.
“Kompor yang bercat biru saya miliki ketika saya masih menjadi pengantin baru. Kompor yang bercat merah itu ketika saya mempunyai anak yang pertama,” kenang pemiliknya.
Adalah Suprapto, pendiri sekaligus pemilik museum dalam rumah itu. Pria paruh baya yang lebih dikenal dengan nama Prapto ini merupakan mantan Ketua Bulog (Badan Urusan Logistik) daerah Jawa Timur.
MPC (Museum Prapto Collection), nama inilah yang ia berikan untuk museum di rumahnya. Rumah Prapto terletak di Jalan Bendul Merisi Tengah No. 29. Di lantai satu, pengunjung MPC dapat melihat beberapa foto kenangan Prapto semasa kuliah.
Tak hanya foto, beberapa barang yang pernah ia gunakan juga tersimpan rapi disini. Misalnya timbangan dengan ukuran mini, kunci pas dengan berbagai ukuran, gir dengan beragam ukuran dan masih banyak lagi. Maklum saja, Prapto dulunya pernah kuliah di jurusan Teknik di salah satu Universitas di Jawa Timur.
Prapto juga memamerkan beberapa atribut Persebaya di lantai satu. Para pengunjung akan dibuat heran mengapa ada koleksi atribut Persebaya. Mungkin saja Prapto adalah pendukung tim kesebelasan sepak bola Surabaya itu. Dan pertanyaan pengunjung akan terjawab saat melihat koleksi atribut Persebaya di lantai dua museum itu.
Ketika pengunjung hendak melangkahkan kaki ke lantai dua, mereka akan disuguhkan dengan beberapa pajangan foto Prapto dan keluarga di dinding sebelah kiri anak tangga. Sesampainya di lantai dua, pengunjung dapat melihat koleksi pria berkacamata ini dalam dua tema.
Tema yang pertama ia beri nama Suroboyo Tempoe Doloe. Sesuai dengan namanya, disitu pengunjung dapat melihat foto-foto bangunan lama yang pernah berdiri kokoh dan terkenal di Surabaya.
Misalnya saja pengunjung dapat melihat bangunan Toko Nam, yang begitu terkenal di jamannya yang terletak di persimpangan antara Jalan Tunjungan dan Jalan Embong Malang serta alun-alun Contong yang ada di kawasan Bubutan.
Tema yang kedua, ia beri nama Prestasi dan Olahraga. Pada tema ini, ayah dari tiga orang anak itu menata rapi atribut-atribut Persebaya serta foto-foto para pemainnya. Namun yang paling menarik, ia memasang foto Endra Prasetya dengan ukuran besar.
Endra Prasetya merupakan salah satu kiper yang pernah menjadi nyawa bagi Persebaya era 2011. Saat ditanya alasan Prapto memasang beberapa foto Endra Prasetya dengan ukuran besar, ia menjawab bahwa Endra merupakan putranya yang kedua.
“Dia (Endra Prasetya) adalah putra saya. Putra saya yang kedua. Tidak hanya foto-fotonya saat menjadi kipper Persebaya yang saya pasang. Ini ada beberapa foto Endra saat masih anak-anak”, tuturnya sembari memperlihatkan jajaran foto-foto masa kecil Endra.
“Tidak mudah mengikuti perkembangan anak dari kecil hingga menjadi pemain professional,” imbuhnya.
Di sudut kanan, Prapto melengkapi koleksinya dengan menambahkan foto-foto perjalanan karirnya semasa di Bulog. Ia bercerita jika dirinya mulai bekerja di Bulog tahun 1976. Berbagai macam jabatan di Bulog pernah ia geluti. Mulai dari teknisi, pergudangan, kasir, bendahara dan selanjutnya menjadi ketua.
Langkah kaki Prapto membawanya menuju sebuah lemari. Di sana ia mengambil map yang berisi tentang surat keterangan pensiun dirinya dari dunia Bulog. “Saya pensiun tahun 2005. Namun Surat Keterangan (SK) pensiun saya baru turun tahun 2006,” ucap pria yang gemar olahraga ini.
Ada juga koleksinya yang berupa mata uang lawas dari beberapa Negara. Prapto menyusunnya sesuai dengan Negara dan nominalnya. “Mata uang- mata uang ini bukan saya saja yang mengumpulkannya. Ini juga ada bantuan dari keluarga saya.”
Pendirian museum ini sangat didukung oleh pihak keluarga Prapto. “Istri dan anak-anak saya sangat mendukung saya mendirikan museum ini. Karena museum ini nantinya akan mengingatkan generasi-generasi selanjutnya dalam keluarga saya untuk tetap ingat akan perjalanan hidup keluarga kami.”
Puas berkeliling melihat koleksi-koleksi museumnya, Prapto memutarkan alunan musik lawas koleksinya melalui tape. Pria kelahiran Lawang ini juga menyempatkan diri untuk berfoto bersama dengan para reporter sebelum mengakhiri pertemuan itu.
Ada hal yang cukup menggelitik sebelum berfoto bersama. Ia berlari kecil menghampiri seraya mengambil salah satu koleksi topinya yang menempel di dinding. Sontak saja hal itu membuat para reporter tertawa geli melihatnya. (N/F: Tika/Google.com)