Tampak dari depan pintu masuk arah Kampung Ampel Menara Surabaya, yang mayoritas penduduknya berasal dari Arab.
Actasurya.com – Bulan Ramadhan merupakan bulan suci yang dinantikan oleh seluruh umat Islam. Setiap daerah di Indonesia merayakan momen yang berlangsung setiap tahun ini, dengan tradisinya masing-masing. Seperti tradisi Megengan dan Pawai yang ada di Jawa.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu, tradisi itu kini justru kian hilang di Kawasan Wisata Religi Ampel. Hal tersebut bisa terjadi karena terus bertambahnya pendatang baru yang kemudian berdomisili tetap di Ampel, juga beberapa penduduk asli Ampel yang meninggalkan Kampung Islami ini.
Tradisi yang dulu selalu lestari di Ampel, sekarang semakin hilang, salah satunya karena orang-orang pendatang membawa tradisi dari asal daerahnya masing-masing.
“Ada pendatang dari Madura, juga ada dari luar Jawa seperti Banjarmasin, kebetulan wilayah Ampel ini juga banyak dibeli orang Arab,” kata Ketua RW Ampel Menara, M. Khotib Ismail, saat ditemui di rumahnya di Jalan Arab Menara, Jumat (17/5).
Menurut pria yang akrab dipanggil Khalid tersebut, Ampel merupakan wilayah multi etnik, berisi orang-orang dari berbagai penjuru daerah di Indonesia bahkan luar negeri. Tak hanya tinggal di Ampel, mereka juga membawa tradisi dan budaya masing-masing.
Saat dimintai pendapat tentang umumnya penyebutan Ampel sebagai Kampung Arab,
Khalid merasa jengkel terhadap penyebutan itu.
“Karena orang Arab itu pendatang, budaya yang ada di sini adalah budaya muslim, standar-standar islami muslim yang dipakai,” jelasnya.
Kawasan Ampel yang terkenal akan wisata religi ini, rupanya minim akan legenda. Tak ada lagi ciri khas seperti Sunan Giri yang kaya akan legenda leluhurnya.
“Ampel ini miskin legenda, padahal ketika Raden Rahmat Masir masuk ke Ampel, dia membawa tiga ribu keluarga dan membangun infrastruktur dan jadilah kampung-kampung ini,” cerita dia.
Kini, legenda yang masih melekat di Kawasan Ampel ialah Mbah Bolong, yang merupakan seorang navigator, yang tahu arah bintang dan arah kiblat.
Tak hanya menyoal budaya dan tradisi bulan Ramadhannya saja yang ada di Ampel, tetapi juga kulinernya. Kawasan yang setiap harinya didatangi peziarah makam Sunan Ampel ini memiliki bermacam kuliner, baik lokal maupun dari luar.
Untuk kuliner lokal asli Suroboyoan, Ampel memiliki beberapa makanan khas diantarannya Kokam dan Sate Karak, meski makanan tersebut dibawa dari Madura. Selain tu Ampel sendiri dominan makanan ala Timur Tengah, seperti Nasi Kebuli, Nasi Mandhi dan Nasi Biryani.(N/F: Est)