actasurya.com – Wahai saudariku Sukmawati,
Waktu remaja, aku mengagumimu,
Trahmu yg berbalut Soekarno,
Gaya hidupmu yang nyeniman,
Pernikahanmu dengan pangeran.
Di masa tuaku kini,
Aku dikejutkan ulahmu,
Berpuisi tentang hal-hal yang tak kau tahu.
Kau bilang kau tak tahu syariat,
Tapi kenapa kau menghujat?
Di balik estetika puisimu,
Tersembunyi rasa kebencian,
Akan hal-hal yang engkau mengaku tak tahu.
Sukmawati putrinya Soekarno,
Bila menurutmu konde lebih cantik daripada hijab,
Terserahlah, tapi jangan jadikan hijab olok-olok.
Kalau bagimu lagu lebih merdu daripada suara adzan,
Silakan saja, tapi jangan mencela hal-hal yang engkau akui kau tak tahu.
Sudahlah Sukmawati,
Eramu telah lewat,
Lama tak berkarya,
Sekalinya berkarya, kau meracau.
Puisi bukan untuk mengotori dunia,
Puisi seharusnya menjernihkan,
Saat politik mengotori dunia.
Tapi siapa nyana,
Dari mulut tuamu,
Terlahir puisi yang memperuncing ketidakpahaman dan menebarkan kebencian.
Apa yg lebih nista,
Dari puisi kebencian yang digelorakan di kancah perpolitikan?
Wahai saudara-saudaraku sebangsa,
Yang berkonde atau berhijab,
Yang ke Gereja atau ke Pura,
Yang ke Masjid saat adzan,
Mari bersama melawan upaya yang memperuncing perbedaan,
Mari bersatu menghapus kebencian.
Sirikit Syah, April 2018